Seperti
waktu menentukan, “Ini.. nge-buka tulisan
kali ini, enaknya gimana ya”, “Gimana kalau nanti gini, terus akhirnya begitu
?”
Menjawab
pertanyaan, dengan pertanyaan.
Ya
gimana, habisnya sudah kebiasaan.
Artwork by Hvryo |
Bapak
selalu bilang, “KALAU MAU NGELAKUIN
SESUATU ITU, PIKIR DULU DUA KALI !” Iya, Bapak bilangnya sambil mbentak. Duduk di kursi plastik, kedua
tangan di pinggul seperti Jendral mau marahin anak buah. Kemudian Saya disuruh Push-up.
Dari
dulu sampai sekarang, Saya memang
manusia yang cukup ceroboh.
Seperti
saat kepleset naik motor, waktu jalannya
licin, dan belog tanah merah. Atau
jatuh jungkir balik di depan gereja
sampai demam.
Dulu,
Saya memang ceroboh yang cenderung ke-bego-begoan.
Bapak
pasti marah, dan kata – kata “MAKANYA ! PIKIR
DULU DUA KALI !” keluar dari mulut Bapak. Disusul dengan kumisnya yang
bergetar hebat. Bikin Saya ter-intimidasi. Mau ngejambak, tapi masih hormat.
Mungkin
Bapak Cuma gamau melihat anaknya kesakitan, atau terluka akibat kebodohannya
sendiri. Dan jujur, Sekarang, Saya jadi merasakan apa yang Bapak rasakan.
Kesal
parah, melihat orang yang terluka atau kesakitan, akibat kebodohannya sendiri.
Ingin hati berkata, “GUOBLOK SIH LU !
SAKIT KAN !” tapi kemudian sadar, orang yang lagi sakit, dibentak ‘GUOBLOK’ malah makin njerit. Jadi dipendam saja. Mungkin
dulu, Bapak merasakan hal yang sama.
Di
hatinya mungkin, sudah mengumpat minimal sepuluh jenis kata terlarang buat
anaknya.
Tapi
berkat didikan Bapak, Saya mau tidak mau jadi terbiasa untuk selalu berpikir
dua kali. Seperti Baymax yang
di-program oleh Hiro untuk melindungi
dirinya, Saya di-program sama Bapak untuk melindungi diri Saya sendiri.
Jadinya
Saya tidak mudah jatuh kedalam yang namanya, “Lubang Yang Sama.”
Terus
yang paling Saya suka akibat sering berpikir dua kali, Saya jadi bisa membaca
situasi. Dan ini, skill yang paling
keren, dan paling berguna.
“Memang apa siiiih hubungannya,
berpikir dua kali, sama bisa baca situasiii ?” (Mungkin) beberapa dari teman –
teman ada yang bertanya dengan nada yang menyebalkan seperti itu.
Nih, dengan
bisa berpikir dua kali, Saya jadi tidak gampang nge-judge tanpa alasan. Alam bawah sadar Saya pasti ngomong, “Gimana kalau ternyata, Dia ga begitu?” atau
“Siapa tau dia begini karena ada
sesuatu.” Akhirnya, Saya jadi tidak bertindak asal – asalan.
Keren
kan ?
.
Tapi,
semakin bertambah dewasa, semakin banyak bulu – bulu yang tumbuh dimana saja,
makin Saya sadar, sebenarnya kebiasaan ini adalah pedang bermata dua.
Ada
sisi sebelahnya, yang tanpa sadar, menggrogoti
Saya pelan – pelan.
“Maksudnyaaa..??” Lagi – lagi beberapa dari teman
– teman (mungkin) ada yang bertanya dengan nada demikian.
Karena
sudah terbiasa ‘berpikir dua kali’, Saya jadi pribadi yang gampang skeptis. Saya mudah sekali ragu – ragu.
Waktu yang harusnya digunakan buat ambil keputusan, malah Saya pakai untuk
mikirin kemungkinan – kemungkinan yang belum tentu ada benarnya.
Makannya
Saya iri sama teman – teman yang bisa bertindak sesuai dan sebebas hatinya.
Yang ga perlu mikir ini – itu, Yang tanpa di-komando tubuhnya jalan sendiri.
Kalau
kita ada dalam situasi yang sama, seperti lomba lari misalnya, Saya pasti mikir
hal – hal yang ga penting seperti, “Nanti
kaki kiri di depan, supaya akselerasi dan tumpuannya bisa lebih kuat dibanding
kaki kanan.” atau “Gimana kalau
nafasnya pendek – pendek aja, supaya tenaga yang dikeluarkan bisa efektif dan
maksimal ?”
Waktu
wasit tiup peluit, Saya kaget, “Eh copot
!” Kemudian makan debu. Ditinggal teman – teman yang hampir sampai garis finish.
Saya respect dengan teman – teman yang
bernyali seperti itu. Yang punya pola pikir se-sederhana itu. Memandangi mereka
seperti rekreasi, untuk orang – orang
yang punya pikiran kompleks kaya
Saya.
.
Eh !
Tapi, Duh.. Saya tahu ga semuanya seperti itu. Saya menyimpulkan hanya
berdasarkan dari apa yang Saya liat. Nanti kalau pada marah gimana ya ?
Nah
tuh kan, Saya mikir dua kali lagi.