The Game of Waiting
Juli 06, 2018
Pegang
controller, atau siapkan ibu jari di
atas layar smartphone. Kemudian tekan
tombol start. Biarkan loading, atau menghubungkan ke sebuah
jaringan. Tunggu sampai permainannya dimulai.
Tunggu..
Masih
menunggu..
Kemudian,
Permainannya
sama sekali tidak pernah dimulai.
Photo by Javier Grixo on Unsplash |
Kita
semua tahu, bagaimana ‘tertarik dengan seseorang’, bisa menghentikan laju
waktu. Iya, terdengar sangat menjijikan. Tapi, sadar tidak sadar, meski hanya
satu detik pun, Kita terdiam.
Menatap
dalam – dalam, mengucap pujian – pujian.
“Ya Tuhan,
ini...” “Ya Tuhan, itu...”
Sekali
lagi, menjijikan memang. Namun mengakulah. Lagi pula, ini tidak salah. Tidak
ada yang salah dari bagaimana Kita ingin merasakan kebahagiaan.
Dan
ini Universal. Semuanya merasakan hal
yang sama. Mungkin hanya beda cerita.
‘Tertarik
dengan seseorang’, membuat seseorang jadi siap siaga. Jeli melihat kesempatan bertukar
kabar. Atau hanya sekedar sadar, melihat dari jarak yang aman.
Semua
dilakukan dalam waktu yang berangsur. Strategi terbaik menurut diri sendiri,
supaya tidak hancur. Karena, “Ini yang
terakhir..” katanya.
Namun
yang menyebalkan adalah, saat Kita tidak bisa membaca keadaan. Padahal berkali
– kali dituntut untuk punya ke-peka-an. Ia ada disana, melakukan aktivitas
sehari – harinya. Atau begitulah yang terlihat dari sosial media.
Kita
merasa punya perlengkapan yang cukup. Amunisi berupa, topik – topik
pembicaraan. Pelindung badan berupa, mental saat bercanda kegaringan. Semua demi
membuat perhatiannya, hanya terfokus pada Kita berdua saja.
.
Kemudian
sadar, Kita hanya ingin memiliki. Yang secara tidak langsung, membuat dirinya
terlihat seperti ‘objek’. Kepuasan obsesi, egoisme tingkat tinggi.
Padahal
Ia jiwa yang bebas. Jiwa yang lepas. Cakrawalanya masih sangat luas untuk
dijelajahi. Banyak teka – teki yang perlu Ia isi.
Tapi,
Oh
ini hanya Tapi,
Bukannya,
akan lebih indah, jika Kita bisa ikut terlibat di dalamnya.
2 Komentar
Hm, kalau berniat memiliki pun setelahnya perlu menjaga dan merawatnya, kan? Dalam hal apa pun. Selain menjaga hati atau perasaan manusia, memperlakukan barang saya rasa juga begitu.
BalasHapusKita pengin memiliki ponsel idaman misalnya. Cara mendapatkannya, kan, bisa dengan menabung, lalu ikut kuis atau lomba, dll. Biar bagaimanapun cara ngedapetinnya, mudah atau gampang, kita telah berusaha untuk hal itu. Ketika udah dapat ponselnya, apakah kita akan begitu saja menyia-nyiakannya? :)
Ini perspektif yang bagus. Kontra dengan tulisan Saya, yang mikir kalau hal milik-memiliki itu kadang hanya obsesi.
HapusBetul banget, perjuangan membuat apa yang kita miliki menjadi bernilai...