Sudut Bumi Paling 'Edan'

September 07, 2018

Apa yang sedang Aku saksikan adalah, sebuah pertikaian terbesar sepanjang masa. Dua kepala dengan isi yang berbeda, sama – sama ingin menang dan berkuasa. Atas apa yang Mereka bilang dengan, ‘Pengakuan’. Atas tahta di atas segala aturan – aturan.

Keduanya saling melontarkan anak panah. Keduanya saling menombak ke segala arah. Tanpa peduli darah siapa yang berjatuhan.

Ini menakutkan. Ini menghancurkan.

Aku dengan hati yang berserakan, hanya bisa mengutuk dalam – dalam.

Photo by Jose Murillo on Unsplash

Tidak ada yang bisa tidur nyenyak dengan nafas yang memburu. Detak jatung tak teratur, dan pikiran yang kacau balau. Kalau pun dapat memejamkan mata, paling hanya untuk beberapa detik saja.

Kemudian, keringat dingin kembali berkucuran, berpikiran yang bukan – bukan. Lambat laun mulai mengikis kesadaran.

Sebenarnya, apa yang membuat Mereka begitu nyaman dengan perseteruan ? Apa yang membuat Mereka mudah sekali menabuh genderang perang ? Meneriaki satu sama lain, memburu dengan kejam.

Mungkin sedang mempertaruhkan sesuatu yang penting. Atau mencari jawaban atas pertanyaan - pertanyaan. Atau memang ini adalah sebuah jenis penyakit, dan Mereka punya kelainan.

Apapun itu, perseteruan dan pertikaian bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Tidak jauh dari medan perang, ada segerombolan orang yang jadi korban. Orang – orang yang terpaksa melihat kehancuran dari sisi yang tidak aman.

Bayangkan di-bombardir dari kedua arah. Tidak bisa bergerak, tidak dapat berbuat apa – apa. Diam, dengan wajah yang murung dan sendirian. Setiap waktu mempertanyakan, “Kapan akan berhenti?”,“Kapan Kami pulang?”

Namun, gelegar suara meriam masih bersahutan. Teriakan demi teriakan semakin kencang. Perang tidak akan selesai dalam waktu dekat.

Mereka hanya bisa menarik kesimpulan, bahwa bertahan hidup sambil mengharapkan datangnya keajaiban, adalah jawaban yang paling tepat.

.

Kemudian, tibalah Mereka pada babak terakhir. Babak yang menjadi puncak dari segalanya. Dengan amarah yang telah mencapai titik didih, kesadaran yang memudar, dan waktu yang berhenti berputar.

Kedua tubuh yang bertolak belakang, Kedua kepala yang bersitegang, mulai kehilangan tenaga. Lalu jatuh bersamaan.

Apa yang Mereka lihat di sekitar hanyalah kekosongan. Dihiasi dengan kehancuran – kehancuran. Air mata, dan luka yang dalam.

Di penghujung nafas yang mulai menipis, barulah Mereka sadar. Mereka telah kehilangan segalanya. Mereka telah kehilangan apa yang seharusnya sangat berharga. Mereka telah kehilangan apa yang seharusnya terjaga.

Dan untuk itu, Aku ucapkan selamat datang di penyesalan. Sebuah tempat di sudut bumi yang paling ‘edan’.

You Might Also Like

2 Komentar