Kastil

Agustus 21, 2018

Sebuah bangunan besar sedang dibangun di atas bukit. Dengan tembok – tembok yang tinggi menjulang sampai langit, membuat siapapun yang berada di dekatnya merasa kerdil.

Namun, nampaknya tidak berpenghuni. Kecuali benda – benda aneh yang dibalut cahaya, diletakan sembarang di dalamnya.

Kemudian, seorang perempuan berjalan ke dalam. Berjalan dengan tudung hitam, dan menunduk. Meletakan benda – benda di dalam pelukannya, di sekitar benda – benda lainnya.

Cahaya putih ke kuningan yang terpancar, sangat menyilaukan mata. Namun Aku bisa melihat dengan jelas, perempuan ini terlihat benar - benar kesedihan.

Photo by Dave Ruck on Unsplash


Tidak ada yang salah jika seseorang ingin melindungi dirinya sendiri. Sampai kepada tingkat di mana, mereka melarikan diri. Kemudian membuat tempat untuk bersembunyi.

Mengurung diri. Tidak memperbolehkan siapapun untuk mendekat sama sekali.

Bisa saja tempat bersembunyi itu, adalah sebuah Kastil. Tempat para Raja – Raja, Ratu, dan para Petinggi. Karena apapun yang ingin Mereka lindungi, sama pentingnya, sama berharganya. Hingga  perlu tempat yang pantas dan luar biasa.

Hal – hal seperti Hati, misalnya. Atau sebuah kesadaran. Karena keduanya sangat mahal dan langka.

Kita semua punya sesuatu yang tidak perlu diketahui banyak orang. Rahasia, dosa, luka – luka, bagian dari diri kita yang lain, dan sebagainya. Ini sungguh wajar. Karena hal inilah yang membuat seorang manusia, menjadi ‘manusia’.

Dan dibongkar, diketahui, bahkan disakiti, adalah hal ke-dua-ribu-sembilan-ratus-sembilan-puluh-sembilan, yang paling Mereka inginkan.

Bagi Mereka, bersembunyi adalah jalan keluar satu – satunya.

Namun tanpa sadar, sedikit demi sedikit, hal ini yang akhirnya memutus Mereka dengan dunia luar. Terisolasi, sendirian. Mungkin bisa sampai dimakan waktu, kemudian dilupakan.

Tidak hanya Mereka menyakiti diri sendiri, Mereka juga menghancurkan apapun yang ada di sekitarnya. Orang – orang yang tanpa sengaja berjalan, dekat tempat di mana Mereka berada.

Kastil yang dibangun atas nama ‘perlindungan’, tempat ter-aman untuk meletakkan badan, pertahanan terakhir sebelum jatuh lebih dalam,

Akhirnya runtuh dengan perlahan.

.

Beberapa orang bisa terlihat baik – baik saja, meski di dalam hatinya, Mereka merasa sangat ketakutan. Berjalan dan membaur dengan sekitar, sambil menahan kesakitan.

Aku kenal dengan seorang perempuan. Senyumnya selebar pegunungan, dan wajahnya secerah matahari di ujung jalan. Melihatnya, menenangkan hati yang sedang berantakan.

Suatu waktu, Aku mencoba melihat lebih dalam. Membawa ke dua mataku untuk melihat sesuatu yang tidak pernah diperlihatkan. Dan di sana lah Ia berdiri, di hadapan sebuah kastil dengan menara – menara yang mulai berjatuhan. Kesepian.

Pantas saja setiap Aku mendekat, ada sistem pertahanan yang terlihat sangat  mencurigakan. Namun, pertahanan tersebut sepertinya tidak akan bertahan lama. Aku tahu, dan Aku lihat.

Sekarang, Aku sedang mencoba mengulurkan tangan. Menawarkan diri untuk menemaninya melihat kehancuran. Bersama - sama. Paling tidak, agar tidak sendirian. Agar lebih aman. Agar tidak sakit berlebihan.

Karena Aku paham rasanya. Karena Aku juga punya Kastil yang mulai hancur pelan – pelan.

You Might Also Like

2 Komentar

  1. Wiihhh, gue nggak jago memahami yang beginian, tapi selama itu enak dibaca dan memberikan pengalaman baru gue selalu terkesan.

    keep it up the good works bro ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gue juga masih bingung ini format tulisan apaan. Fiksi mungkin ahaha

      Thanks Bro!

      Hapus