Sesekali. Sesak-kali.
April 25, 2017
“Kereta dari arah Bekasi tujuan
Jakarta Kota, akan segera tiba di jalur 3.”
Seketika,
ada yang berlarian. Ada yang mulai merapat ke depan. Ada yang mulai bangun dari
tempat duduk. Ada yang stretching
sambil memantapkan hati, “Kali ini pasti
masuk kereta !”
Oiya
itu gua.
Original Photo by Jaybparmar |
Jarak
dari Bekasi ke Pasar Minggu itu, tidak dekat. Kira – kira, tidak bisa ditempuh
dengan hanya berlari – lari kecil, seperti dari Bukit Shafa menuju Bukit
Marwah. Minimal, bisa sampai 3 kali ganti unta, lah.
Rasanya
kaya pengembara. Mengingat Bekasi yang kondisinya sama seperti Gurun Sahara. Berpasir, Berdebu, Panas
Terik, Fatamorgana, dan hal yang menyangkut gurun pasir lainnya.
Bedanya,
di Gurun Sahara tidak ada macet seperti di Bekasi. Ga pernah liat kan, ada penunggang
unta berhenti karena penunggang unta di depannya parkir sembarangan ? Bekasi
memang kota tertjintah.
Tapi
tetap gua tempuh – tempuh juga. Lah mau gimana ? Sayang duitnya. Malah udah
Semester 2 sekarang. Tanggung, 6 semester lagi. 8, kalau nanti ditengah jalan
males – malesan.
Motor
jadi kendaraan utama gua untuk pulang - pergi ke kampus. Selain tidak ada yang
jual “Pintu Ke mana Saja”, Motor juga
yang paling mudah untuk mensiasati kondisi jalanan Jakarta.
Meskipun
pada akhirnya, yang benar – benar harus disiasati adalah waktu keberangkatannya.
Karena “Macet”, adalah suatu hal yang
abstrak. Makin tahun berganti, makin susah menebak keadannya.
Udah
bangun lebih pagi dari satpam kompleks, tapi tiba – tiba ada pekerjaan galian,
kan sebel juga.
Tapi
beberapa hari lalu, gua dengan sembarang memutuskan untuk naik kereta. Yang
setelah bertahun – tahun lamanya, gua selalu memilih motor untuk jadi kendaraan
utama. SMP, SMA, Kerja, Kuliah. Yang semuanya di luar Bekasi.
Mungkin
karena, gua merasa, akhirnya gua berada pada titik jenuh naik motor. Juga malas
menghadapi kondisi jalanan yang itu – itu saja. Dan lagi, seolah – olah
pinggang dan punggung gua teriak, “ISTIRAHAT
DULU, CUY !” gitu. Diikuti dengan bunyi – bunyi tulang yang berderik.
Dari
situ tiba – tiba muncul lah ke-bm-an untuk naik kereta.
Hanya
untuk mengetahui dan merasakan bahwa, Kereta arah Bekasi menuju Jakarta Kota,
sangatlah beringas. Tidak pandang
bulu dan tidak pandang gender. Ketakutan akan “keterlambatan” jadi motivasi
buat orang – orang itu untuk masuk ke dalam kereta. Bagaimanapun caranya.
Meski
pihak kereta sudah berkali – kali bilang, “Kereta
tidak akan berangkat jika pintu tidak bisa
ditutup dengan sempurna.” Tetap saja. Sesusah apapun, asalkan dapat
pijakan dan pegangan, menurut mereka nyakitin orang sedikit tidak apalah.
Sampai,
Ibu – ibu nyelip di keteknya mas – mas. Mbak – mbak berdiri dengan posisi yang
tidak normal. Gue menggunakan paha dan kepala sebagai pengganjal saat kereta
berhenti dan bergerak tiba – tiba.
Lalu
dengan bodohnya, Gua salah kereta.
Tapi
percaya atau tidak, itu semua terasa benar – benar fresh dan menyenangkan.
Gua
sama sekali tidak menyesali naik kereta sedikitpun. Meskipun kadar kelelahan
dan waktu tempuhnya sama aja kaya naik motor. Bahkan malah ditambah sikut –
sikutan dan berebutan, lebih intense
daripada naik motor.
Kayaknya
sesekali, perlu banget yang seperti itu. Adrenalin dan suasana yang baru.
Karena,
untuk melakukan hal yang sama untuk waktu yang lama, sangatlah menjengkelkan.
Malah akan berakhir sangat buruk kalau terus – terusan dipaksakan.
Itulah
mengapa di dunia ini ada yang namanya liburan. Karena kita manusia, bukan
mekanisme yang digerakan secara stagnan.
Menurut
gua, kabur, sesekali tidak apa – apa. Kabur disini maksudnya adalah, mencari
hal yang beda, demi mensiasati hal - hal yang sama. Contoh, Naik kereta adalah
cara kabur gua untuk mengecoh jenuh dan lelahnya naik motor. Sampai nanti,
kembali naik motor dengan perasaan yang fun
dan tidak menjengkelkan.
Jadi,
sesekali pergilah. Sesekali kaburlah.
Mungkin
hasilnya tidak seberapa, dan mungkin malah tidak ada perubahan sama sekali.
Tapi, pentingnya luar biasa untuk kesehatan mental dan jiwa. Supaya tidak gila
sebelum waktunya.
.
Dengan
memasang tampang blo’on dan mengerutkan dahi, gua mikir, “Kok rasanya gua ngasih tau hal yang orang – orang udah tau ya ?”
“Eh tapi, siapa tau mereka
lupa. Bodolah.”
.
.
.
Dua
ibu jari teracung, untuk kalian yang sedang melawan kejenuhan.
Curi
– curi waktu sesekali, jangan lupa.
5 Komentar
Persis seperti waktu gua naik kereta untuk pertama kalinya sendirian. Salah kereta! Anjir padahal gua udah dengan pedenya lari larian buat masuk ke kereta, alhasil gua emang bego wkwkwk. Mantap lah jo, fresh banget! - Fista
BalasHapusYa elah fista ke Rawamangun aja naik kereta wkwkwk. Pake salah lagi. Amatir lu fis haha
HapusHahaha... baru tau kalo di gurun ada macet juga.
BalasHapuskebayang kan gimana ? hehe..
HapusSelamat, tulisan tentang naik kereta ini begitu menginspirasi sekali, anak muda.
BalasHapusSalam kenal, Jo.
Ini Jojo Ginting bukan ya ? kekekeke