Pemeran, Penonton, dan Suntik Silikon

Februari 28, 2017


Disclaimer : Adanya kata, ‘Suntik Silikon’ di judul tulisan, bukan berarti tulisan ini mengandung informasi tentang jasa operasi plastik, atau cara memperbesar ukuran payudara.

Silahkan beralih ke situs lain yang menyediakan konten begituan. Sip.

Original Photo from PIXABAY

Seorang pemeran dalam sebuah pertunjukan drama, dituntut untuk membuat karakter yang dibawakannya, ‘hidup’. Supaya penonton bisa ikut mendalami cerita, dan tidak mulai gelisah mau pulang. Kecuali rumahnya kebakaran atau burung peliharaannya dimaling orang, ya bolehin lah pulang. Kejam amat.

Pokoknya entah pakai improvisasi atau cara lainnya, penonton tidak boleh sampai merasa jenuh.

Karena biasanya kalau penonton sudah bosan dengan pertunjukan yang dibawakan, mereka pasti mulai cari – cari kesibukan sendiri. Dari main smartphone, gigit kuku jari, isep jempol kaki, kayang, sampai yang paling simple itu ngobrol sama teman di sampingnya.

Jujur saja, gua paling benci sama orang yang mengobrol saat sedang berlangsungnya sebuah pertunjukan drama. Selain mengganggu, rasanya juga barbar dan tidak etis.

Terus juga masalahnya, ini bukan pertandingan sepak bola yang harus dikomentari.

Masa tiba – tiba, “IYAK ! Ken Arok datang menunggang kuda, membawa panah, menuju Ken Dedes, UMPAN CUEK ! JEGERR ! Tertancap sudah di hatinya, sodara – sodara !” Kan bego.

Kalo boleh, mau gua bikinin kopi, ambilin asbak, terus gua gamparin satu – satu. Biar makin banyak bahan obrolannya.

Iya, bisa sekesal itu, karena gua pribadi tau rasanya jadi pemeran dalam suatu pertunjukan drama. Meskipun masih sekedar level, ‘yang penting ambil nilai bahasa inggris’, tapi lumayan serius juga.

Yang ditempuh seorang pemeran itu tidak sebentar. Mulai dari concepting, mind-mapping, simulasi atau latihan, kemudian eksekusi, sampai ke hasil akhirnya nanti. Entah itu dapat tepuk tangan, atau malah dilempar kuaci.

Ditambah latihan berhari – hari. Gagal berkali – kali. Sampai, yang penting apal dialog daripada ingat mandi.

Itu semua yang membuat gua suka, sama yang namanya ‘pertunjukan’. Karena prosesnya. Entah itu musik, drama, stand up comedy, dan lain – lain.

Seorang pemeran juga punya tanggung jawab yang cukup besar. Untuk dirinya sendiri, lawan main, dan penonton yang datang. Kredibilitas sebuah pertunjukan bisa ditentukan dari performa para pemerannya. Meskipun bukan itu doang faktor satu – satunya.

Tidak bisa sampai di atas, kalau belum mulai dari bawah. Untuk mendapatkan peran yang cocok, butuh audisi dan latihan berkali – kali. Agar kemampuannya di akui banyak orang, juga bukan perkara yang mudah.

Terkadang, bukan semua tapi beberapa orang, tidak punya cukup kesabaran untuk merintis secara perlahan. Biasanya mereka – meraka tuh, yang menuhankan ketenaran.

*Sekali lagi, bukan semua tapi beberapa.

Mereka pasti menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya. Seperti menggunakan ‘Suntik Silikon’ sebagai contohnya.

Sudah sering dengar kan, bagaimana cara orang – orang yang menunjang karirnya lebih tinggi, dengan cara memvermak kecantikan dan ketampanannya sendiri ?

Mereka mengizinkan bentuk tubuhnya di ubah. Mereka me-normalisasi-kan, ‘kepalsuan’. Demi mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan.

Meskipun, ada benarnya kalau orang – orang bilang, “kalau mau sesuatu, ya harus berkorban.” Tapi bukannya kelewatan ya, kalau mengubah apa yang diberi sama Tuhan ? Kecuali untuk alasan medis dan hal – hal yang berhubungan dengan kesehatan.

Kasihan, badannya oplosan.

Mereka, pemeran, seperti ‘dikejar target’ sama penonton. Mereka, sampai rela menyuntikan zat kimia kedalam tubuh, demi kepuasan penonton. Meski ada alasan kepuasan sendiri juga, tapi yang jadi dasar awalnya kan orang lain. Kalau tidak ada yang melihat, buang – buang duit doang pakai suntik silikon segala.

Kurang lebih kaya di kehidupan sehari – hari lah. Saat kita butuh untuk, ‘mengubah sesuatu demi sesuatu’.

*

Beberapa minggu yang lalu, gua dan Fista, sesama penulis blog, bergantian memberikan  sebuah topik untuk mengisi tulisan di blog masing – masing.

Gua menantang Fista untuk menuliskan sesuatu tentang cinta/hubungan, karena waktu itu bertepatan dengan minggu – minggu perayaan Valentine. Sedangkan dia, memberikan gua sebuah topik yang cukup sederhana, “menurut lu, ada ga sih orang yang tidak fake ?”. Gitu.

Dan, boi oh boi, entah kenapa gua butuh waktu yang cukup lama untuk mengerjakan tulisan ini. Sungguh sebuah topik sederhana yang ternyata rumit juga.

“Ada ga sih orang yang tidak fake ?”

Jawaban gua pribadi, ada. Tapi, bukan ‘tidak fake’ atau ‘tidak palsu’, melainkan lebih ke, ‘punya karakter sendiri’.

Setuju ga, kalau gua bilang, “Setiap Kita, hanyalah seorang pemeran di dalam panggung orang lain.” ?

Yang artinya, kita cuma sesosok manusia, yang sengaja/tanpa sengaja menjalani kehidupannya sendiri, di kehidupan orang lain.

Sedih ya kalau dipikir – pikir. Bisa jadi kita hanya sekedar aktor saja, tidak ada yang kenal, jadi sekedar bahan tontonan saja. Masih melayang – layang dibatas, penonton suka atau tidak dengan penampilan kita.

Tapi, ada satu hal yang bisa membuat diri kita, noticable. Sama seperti seorang pemeran yang rela suntik silikon, demi mendapatkan peran dan jadi lebih famous.

Kita butuh yang namanya, ‘karakter’.

Bahkan jika sampai harus melakukan sesuatu yang ‘fake’, yang ‘bukan gue banget’.

Kalau demi tidak dibuangnya kita dari kehidupan seseorang. Demi kehadiran kita terlihat oleh seseorang tersebut. Demi seseorang tersebut jadi milik kita sendiri. Sah – sah saja.

Yang penting asik, terus ga ngusik. Gua pribadi sih santai aja. Entah kalau lu pada maunya kaya gimana.

.

*PS : kalau mau lihat tulisan yang dibuat Fista, bisa klik DISINI.

.
.
.

Jadi kalau ada yang ngomong ke kalian, “yang penting, gua ga fake !” sampai muncrat. Ya biar sajalah.

Selama tidak mengganggu. Ya mungkin mereka sedang berusaha menarik perhatianmu, atau sedang dalam usaha mencari jati diri. Gitu.

You Might Also Like

6 Komentar

  1. Wah gile. Topiknya berat juga nih ya. Huehehe. Yang penting sih nggak nyusahin si orang lain itu, mau dia fake atau apa juga oke-oke aja. Hohoho. \:p/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iye nih bang , yang penting ga ngusik mah asik aja hehehe..

      Hapus
  2. Orang yang bener-bener gak palsu kayaknya gak ada, ya. Pasti karakter itu tercipta dari berbagai referensi. Ah, asal jangan jadi orang palsu yang pura-pura baik di depan, di belakang ngomongin dan lain-lain. Jahat itu. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh benar itu bang yoga, gue juga mikirnya begitu..

      Hapus
  3. Ada yah, orang bosan sampe isap jempol kaki.. hahahha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha iya ada yang mungkin sampai isep jempol kaki..

      Hapus