Pages

  • SINI GUA BILANGIN
  • Sini Kenalan !
Instagram Facebook Twitter

Sini Gua Bilangin!

Ekskresi Hati dan Pikiran, dari Insan yang Sok Tahu.

    • SINI GUA BILANGIN
    • SINI KENALAN

    Masa tenggang bulan Januari, sudah bisa dihitung menggunakan jari. Sampai nanti Tuhan sebagai Providernya, menutup Januari, mengganti Februari. Cepat ya. Rasanya tidak terasa. Seperti baru beli kuota 2 Giga, tapi esok pagi tinggal 4 Mega. Kan Tahik.

    Lalu dengan begonya bilang, “Perasaan ga download apa – apa deh..” Eh setelah di check, aplikasi ketok mejik muka dan aplikasi pamer kehidupan sosialita, pembaharuan semua. Mampus sia !

    Original Photo by Sandi Shelvigs


    Januari selalu menjadi awal bagi Sebuah Tahun. Ibarat sebuah acara Stand Up Comedy, Januari merupakan seorang opener/pembuka, yang merenyahkan tawa penonton sebelum Guest Starnya tampil di atas panggung. Bisa dibilang, Januari itu kemungkinan jadi penentu dari jalannya sebuah tahun.

    Kalau boleh gua menjuri, Januari kali ini tampil dengan performa yang kurang maksimal. Satu dua kali, gua masih mendapat tawa. Sisanya, hampir ‘kentang’ semua. Boro – boro bisa ketawa, sakit hati malah iya.

    Rasanya ada sesuatu yang membuat bulan Januari ini, tidak dapat “kompor gas !” kalau kata Pakde Indro Warkop. Apa ya ? Mungkin, bulan Januarinya demam panggung, atau memang guanya aja yang lagi lengah.

    Buktinya bisa dilihat dari tulisan – tulisan sebelumnya. Entah kenapa jadi suka nulis hal – hal dengan topik yang berat. Beton, misalnya. Eh.

    Maksudnya, topik yang bukan hanya berat untuk pikiran, tapi juga berat untuk hati. Seperti, sok – sok’an coba membahas kehidupan. Padahal hidup sehari – hari aja masih remed.

    Tapi, kalau boleh membela diri, niat awalnya kan cuma ingin berbagi, tidak menggurui. Pasti ada salah, ada benarnya. Makasih banyak loh, yang udah baca. Maaf juga buat yang kena clickbait, kemudian mengharapkan tulisan – tulisan yang luar biasa. Nanti pasti ada ko, tulisan – tulisan yang meninggalkan bekas di pikiran dan hati kalian, para pembaca.

    *

    Bicara tentang Januari, bulan ini merupakan bulan yang tepat untuk mencoba test drive dari “Resolusi Awal Tahun” yang sudah dirancang sedemikian rupa. Yang awal tahun kemarin, kalian ‘gembar -  gembor’ kan,  kaya prajurit saat perang gerilya.

    Gimana ? Sudah gagal berapa kali ? Sudah mati berapa kali ? Semoga masih tetap ‘keras kepala’ dengan janji – janji untuk membahagiakan diri sendiri.

    Janji – janji seperti, “Mau kurus !” atau, “Mau punya pacar !” atau, “Mau punya duit yang banyak !” serta janji lain – lainnya.

    Di salah satu video YouTubenya, Ryan Higa bilang, “STOP BULLSH*TTING YOURSELF !” atau dalam bahasa Indonesia artinya, “Berhenti mainan tahi kebo !” Eh. Salah. Arti yang sebenarnya itu, berhenti mengatakan omong kosong kepada diri sendiri. Gitu lah.

    Statement tersebut benar, sebenar - benarnya. Rasanya kaya di tampar tepat di pipi, pas lagi asik – asiknya bengong. Membuat gua bangun, dan kembali ke dunia nyata. Padahal mimpinya udah sampai setinggi langit tadi. Sampai sempat ngiler segala.

    Hayo ngaku, sudah berapa kali kita menghasut diri sendiri dengan mengatakan omong kosong ? Sampai – sampai bisa muncul ilusi, bahkan fatamorgana untuk diri sendiri.

    “Aku janji mau begini.” ; “Aku janji mau begitu.” Dari yang terkecil, sampai yang terbesar. Sudah berapa kali kalian menyakiti diri sendiri ?

    Kalau dipikir lagi, jahat juga ya sama diri sendiri. Rasanya kaya ‘ngibulin’ bocah sekolah dasar. Disuruh itu mau, disuruh ini juga mau. Dengan iming – iming receh, seperti ‘bahagia’. Benar – benar bocah SD yang bermasalah.

    Jangan kaget kalau, ‘sakit hati’ jadi hal yang wajar. Yang akan selalu kita terima, jika masih memberi omong kosong kepada diri sendiri. Mengingat kebiasaan manusia yang suka bermimpi.

    Biasanya, sehabis bermimpi, pasti berjanji. Kalau tidak ditepati, jadi omong kosong lagi. Begitu terus, sampai sekarat nanti. Makannya, kalau mau berjanji santai aja. Kalau mau bermimpi, ya secukupnya aja.

    *

    Januari akan berakhir beberapa hari lagi. Buat gua, Januari tidak seharusnya berakhir seperti ini. Masih banyak ruang kosong untuk berimprovisasi. Tapi karena durasinya tinggal sedikit lagi, jadi,ya sudahlah. Januari ya, Januari.

    Januari adalah yang pertama dalam urutan dua belas bulan. Bisa dibilang, seperti anak pertama dari dua belas bersaudara. Januari jadi yang paling tua. Jadi yang pertama untuk merasakan segalanya. Jadi yang pertama untuk tau rasanya sakit, juga jadi yang pertama untuk belajar caranya sembuh.

    Tapi, meskipun jadi yang pertama dalam segalanya, Januari belum boleh dibilang jadi penentu untuk hidup kedepannya. Bisa saja, untuk sebagian orang, awal yang baik ada di bulan – bulan berikutnya.

    Jadi boleh – boleh saja kan, kalau sedikit menghakimi bulan Januari. Sedikit saja, tidak  banyak – banyak ko. Sebentar lagi juga selesai.

    .
    .
    .

    Ayo Januari, sedikit lagi. Lain kali jangan seperti ini.

    Toss dulu dong biar ga slek !
    Continue Reading

    Hidup, kadang misleading. Apa yang kita anggap gitu, ga taunya anu. Sumpah, Ambigu. Kira – kira, sudah berapa kali ya kita memutuskan suatu hal yang seharusnya benar, tapi ternyata salah ? begitu juga sebaliknya ? Nah loh. Jangan – jangan, jangan – jingin nih.

    Original Photo by Garret Sears


    Mengambil keputusan itu, kaya main quiz di sebuah acara TV. Untung – untungan. Kita ga bakal tau, tirai nomor berapa yang di dalamya berhadiah Mobil Alphard, dan tirai mana yang di dalamnya malah banyak zonk.

    Kalau keputusan yang diambil benar, sorak - sorai penonton yang akan mengiringi langkah kita selanjutnya. Kalau keputusan yang diambil salah, hanya suara tawa yang akan terdengar dari seluruh penjuru ruangan. Sedikit mirip dengan ‘mereka’, yang ada di kehidupan sehari – hari. Yang mengakunya peduli dengan satu sama lain.

    Tapi, mau ga mau tetap harus ambil keputusan, kan ? Karena apapun masalahnya, ga bisa dibiarin ngambang begitu saja.

    Seperti Koboi yang sedang ber-duel satu lawan satu dengan musuh bebuyutannya. Tegang. Kalau ga memutuskan untuk menarik pelatuk, ya harus terima pulang dengan lubang di kepala.

    Apalagi waktu yang ada terbatas. Memangnya hidup bisa diacungkan dua ibu jari sambil teriak “tepan!”, seperti saat main petak umpet ? Berhenti dulu, ambil nafas sebentar ? Yang benar saja.

    Waktu berlalu, hari berganti. Tidak ada yang tetap tinggal pada tempatnya.

    Secara teknis, kalau kita ga suka dengan hasil akhirnya, kita ga bisa menyalahkan siapa – siapa. Karena, ga ada satupun orang yang tau mana yang benar, mana yang salah.

    Meskipun sebelum membuat keputusan, di dalam hati kita bisa menimbang – nimbang mana yang benar, mana  yang salah. Seperti, “Gua yakin nih, yang ini yang bener.” atau “Ah, kayaknya yang ini salah deh.”

    Tetap saja pada akhirnya, kita seperti berlayar tanpa kompas. Buta arah. Hanya bisa menggenggam kedua tangan, menggantung harap pada hasil yang tak tentu.

    Berharap, mungkin bisa jadi solusinya. Minimal hati merasa nyaman, sampai akhirnya tiba. Berharap terus, sampai jatah ‘harapan’ kita habis. Sungguh wajar dan manusiawi. Manusia dengan ilusinya terhadap akhir yang bahagia. Siapa yang tidak mau akhir yang bahagia ? Gua pun juga.

    Tapi, ada satu lagi solusi yang menurut gua, paling logis. Yaitu, ‘Bersiap’.

    Apapun hasilnya, bersiap. Logis, kan ? daripada menggantung harapan pada sesuatu yang abu – abu ? Mending cari jalan keluar lain jika hasilnya berbeda dengan yang kita inginkan.

    Sebuah solusi yang Logis, sekaligus munafik.

    Kenapa ? Karena mana ada manusia yang tidak punya rasa takut. ‘Takut’ itu, reaksi ilmiah dari tubuh manusia. Jika tubuh kita masih berfungsi dengan normal, seharusnya kita masih bisa merasa ‘takut’. Kalau ga takut, ga mungkin bisa berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan.

    Lalu lebih baik mana, bersiap atau berharap ? Jawabannya boleh disimpan sendiri – sendiri.

    Salah mengambil keputusan, rasanya seperti salah arah. Bikin sebal hati karena, seharusnya ini adalah jalur yang benar. Apalagi, yang namanya ‘waktu’ itu, relatif. Bisa berjalan lambat, bisa tiba – tiba terasa cepat.

    Tapi kan, nanti bisa putar balik ? Bisa saja. Apa jadi lebih baik ? Tidak juga. Terkadang salah arah, masih bisa mengarahkan kita ke tujuan akhir. Hanya jalur yang dilewatinya saja yang berbeda.

    Yang paling seru adalah, salah arah bisa membuka arah lain yang baru. Yang belum pernah kita jelajahi sebelumnya. Ada kesempatan untuk belajar hal yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan sama sekali. Sebuah jalur kosong untuk mulai berlari lebih kencang lagi.

    Bukan berarti, harus selalu disengajakan biar salah. Itu mah, bodoh. Maksudnya adalah, salah arah, tidak buruk – buruk amat. Jangan terlalu sering menghukum diri sendiri.

    Seiring dengan salah arah, kita akan belajar banyak hal. Belajar menerima keadaan sebagai contohnya. Apa yang sudah terucap, mana mungkin bisa balik lagi. Nasi sudah menjadi bubur, pepatah bilang. Alhasil, kita jadi harus tetap bergerak. Tanpa perlu terlalu sering melihat kebelakang.

    Mari kita berdoa saja semoga apa yang kita putuskan, tidak menyakiti hati orang lain. Maupun hati sendiri. Meskipun, yaa resiko tersebut ga mungkin dapat kita hindari. Tapi kalau masih bisa memaafkan, maafkanlah.

    Bukannya mau menggurui. Tolong garis bawahi.

    Karena gua pun masih kebingungan dengan konsep – konsep hidup yang kaya gini. Rasanya seperti jadi seorang balita lagi. Apa saja dimasukan ke mulut, sampai akhirnya belajar bahwa sudut meja itu rasanya hambar.

    Sama seperti kita sehari – hari, apa saja dimasukan ke hati. Sampai akhirnya belajar kalau hati, juga perlu hati – hati. Bingung ga lu ?

    .
    .
    .

    Kalau hidup ada ‘kunci jawaban’ nya, kira – kira bakal kita pakai tidak ya ?

    Siapa tau Tuhan sudah memberikan kita ‘contekan’, tapi kita terlalu fokus kebingungan sampai tidak dengar sama sekali. Nah loh.
    Continue Reading

    Perpisahan itu menyakitkan, Perpisahan juga menyembuhkan.
    Perpisahan itu sebuah alasan, Perpisahan juga sebuah penolakan.
    Perpisahan itu sebuah awal, Perpisahan juga sebuah akhir.
    Perpisahan itu menyerah, Perpisahan juga berjuang.
    Perpisahan itu pengertian, Perpisahan juga salah paham.
    Perpisahan itu perdamaian, Perpisahan juga awal kehancuran.
    Perpisahan itu maju, Perpisahan juga mundur.
    Perpisahan itu berhenti, Perpisahan juga melanjutkan.
    Perpisahan itu melupakan, Perpisahan juga mengingat ulang.
    Perpisahan itu bergerak, Perpisahan juga diam sejenak.
    Perpisahan itu keterlambatan, Perpisahan juga keduluan.
    Perpisahan itu keyakinan, Perpisahan juga keraguan.
    Perpisahan itu baik, Perpisahan juga buruk.
    .
    Perpisahan itu banyak artinya, begitu juga Kehidupan.


    Original Photo by Robert Wnuk


    Maaf jika tulisan ini terlihat seperti remaja sekolah menengah yang baru mengalami pubertas.

    Tapi, percaya atau tidak, pada umur sekitar 40-an nanti, kita akan mengalami pubertas yang kedua. Coba itu. Mending kaya gua, dicicil dari sekarang. Lagian nanti pas umur 40-an, siapa lagi yang mau digalauin ? istri kedua ? mending mikirin mati. Persiapan dulu sebelum bertemu Sang Pencipta.

    Tulisan ini terinspirasi dari sebuah film berjudul ‘What Dreams May Come’. Yang dibintangi oleh salah satu aktor legendaris, Robie Williams. Salute, sir. Sekarang beliau sudah berada di alam yang berbeda, dengan aktor dan aktris legendaris yang lainnya.

    Bercerita tentang perjuangan seorang suami bernama Chris Nielsen, yang diperankan oleh Robie Williams, untuk menemui istrinya, di Neraka.

    Nih, inilah contoh suami idaman. Sampai Neraka pun, Istrinya tetap ditemani dan dijaga. Jadi kalau kalian mau cari pasangan, jangan lupa tanya,

    “Kalau Aku masuk Neraka nanti, Kamu ikut ga ?”

    Kemudian kalian seleksi sendiri dari bagaimana jawabannya.

    Menurut gua, film ini cocok banget untuk kalian yang suka dengan genre drama atau romance. Karena banyak banget pelajaran tentang kehidupan, yang bisa diambil dari film ini. Terutama, film ini mengajak penontonya untuk mendalami makna dari kalimat ‘Jangan Menyerah’.

    Beneran dah, kerasa banget perjuangan si Chris Nielsen untuk mencari Istrinya di Neraka. Meskipun ‘para penjaga’ disana menghalangi, bahkan mengatakan kalau mencari belahan jiwanya di Neraka merupakan hal yang tidak mungkin. Tapi, rasa cintanya kepada sang istri membuatnya teguh dan tetap melanjutkan perjalanan.

    Di dalam film tersebut juga, nampak jelas bagaimana perpisahan dapat mempengaruhi kehidupan kita. Bahkan ada bagian dimana, sang istri sempat mengalami gangguan mental dan harus dirawat di rumah sakit jiwa.

    Ini cuma di Film. Bagaimana kalau di kehidupan nyata ?

    Setiap orang punya sudut pandang tersendiri mengenai ‘Perpisahan’. Serta punya caranya sendiri untuk melewati sebuah ‘Perpisahan’. Tapi, bisa tidak kita sama – sama setuju, kalau yang namanya ‘Perpisahan’ itu, pasti menyakitkan ?

    Dua mahluk hidup yang sebelumnya menyatu, tiba – tiba pada suatu masa di kehidupan, mereka berpisah, pastinya tidak menyenangkan. Bayangkan seperti mencabut urat nadi dari pergelangan tangan. Jika tidak merasa sakit, mungkin kita sedang sekarat menuju kematian.

    Tapi, jika dipikir lagi, seharusnya perpisahan juga dapat membuat kita tumbuh. Membuat yang meninggalkan atau yang ditinggalkan, belajar dari kesalahan.

    Artinya, perpisahan juga dapat bermakna positif, untuk beberapa orang yang melihatnya dari sudut pandang berbeda. Yang pikir berpisah itu buruk, boleh. Yang pikir berpisah itu baik, silahkan. Tentunya tergantung dengan konteks ‘Perpisahan’ yang dihadapi masing – masing.

    Yang membuat sebuah ‘Perpisahan’ itu menyakitkan, bukan ucapannya. Tapi, kenyataannya. Aftertaste atau dampak yang diakibatkan setelah melewati sebuah ‘Perpisahan’.

    Apa yang tadinya ada, menjadi tidak ada. Inilah yang paling umum. Inilah yang akhirnya membuat makna ‘Perpisahan’ jadi negatif. Inilah yang membuat orang yang meninggalkan, rasanya menjadi orang ter-brengsek sedunia.

    Meskipun pada akhirnya kita akan tau alasannya, tetap saja rasanya tidak berubah.

    Yang terbaik untuk dilakukan setelah sebuah ‘Perpisahan’ adalah, tidak ada. Kenapa ? Karena menurut gua manusia cenderung melakukan sesuatu secara spontan. Belajar dari kejadian juga mungkin hanya mempertebal mental saja.

    Tapi, tidak ada salahnya bersiap. Kata Pepatah, ‘Sedia Payung Sebelum Hujan’ juga ada benarnya. Mengalami kejadian yang sama, tidak mungkin tidak mengajarkan kita sesuatu. Betul tidak ? Masa iya, jatuh kelubang yang sama setiap kalinya. Situ orang apa yuyu’, demen banget main di lobang.

    .
    .
    .

    Oiya, Selamat bersenang – senang dengan sakit hati. Siapa tau nanti tidak bisa merasakannya lagi.

    BTW, yang namanya ‘Pepatah’ itu siapa sih !? Kenapa kita bisa nurut banget sama setiap perkataannya ya ?

    Continue Reading

    2017 sudah mulai dari beberapa hari yang lalu. Tapi, mari awali 2017 dengan tertawa sepuas – puasnya. Kalau gamau ikutan, ya gua aja sendiri gapapa. Kemudian akhiri dengan sebuah “HAH !” yang paling kencang. Setelah itu ada baiknya ucapkan Hamdallah atau ucapan syukur sesuai dengan kepercayaan masing – masing. Jika kepercayaan kalian mengajarkan cara bersyukur dengan mandi air suci campur sesajen dan darah ayam tiren, maka lakukanlah. Tapi jangan pernah dekat – dekat blog ini lagi. Selamanya!

    Original Photo by Kazuend


    Mengingat 2016, rasanya seperti habis ditembak pakai Taser Gun. Itu alat yang digunakan untuk melindungi diri atau melumpuhkan pelaku kejahatan. Teknisnya, disetrum gitu kaya nyari ikan di sawah. Mengejutkan, serta melumpuhkan. Kemudian matinya, ngambang. Anehnya, yang pelaku siapa yang korban siapa, tidak jelas. 2016 memang mengesankan.
              
    Banyak hal yang seharusnya tidak pernah terjadi, malah kejadian di 2016. Atau mungkin, sebelumnya sudah terjadi, tapi makin Booming di 2016. Terrorisme, Rasisme, Kriminalitas, Trend, Politik, kalian sebut saja sendiri. Kalau buat gua pribadi, adalah masalah dengan hati ini. Yang seharusnya dan sebaiknya tidak pernah terjadi. Tapi. Yah. Namanya juga pertumbuhan.
             
    Bukan 2016 tidak punya hal positif yang terjadi sama sekali. Tapi menurut pengamatan dan penelitian yang gua lakukan, entah kenapa tahun 2016 terasa terlalu intense. Panas. Gerah. Sampai rasanya gua mau buka baju. Tapi melihat bentuk tubuh gua yang kaya lembu, akhirnya tidak jadi.

    Skor yang gua beri untuk 2016 itu kira – kira, solid 6,78 × 9 ÷ bagi.

    Tidak terlalu buruk, tapi pastinya tidak menyenangkan juga. Kalau menurut kalian gimana ? Berapakah skor yang bakalan kalian kasih untuk tahun 2016 ? Adakah sesuatu di 2016 yang membuat kalian sebal ? Jawab sendiri – sendiri ya, jangan nyontek atau pakai kalkulator.

    *

    By the way, blog ini juga lahir pada tahun 2016. Tepatnya sekitaran Oktober, 2016. ‘Sini Gua Bilangin’. Kesannya seperti orang yang angkuh dan sok tau se-antero galaksi. Itu beneran, ada seseorang yang bilang kaya gitu ke gua. Tapi tidak apa, gua suka. Karena secara teknis, ini adalah Personal Blog. Berisi curhatan, hasil olah pikir, imajinasi, dan bentuk kekesalan yang tanpa sengaja membuat gua sebagai Authornya terkesan songong. Hehe. Sebenarnya gua cuma mau berbagi lewat blog ini, tapi maksa. Makannya ‘Sini Gua Bilangin !’.

    Blog ini masih dalam tahap pembangunan. Dari audiencenya, serta dari desain blognya sendiri. Gua masih perlu belajar banyak hal. Berbagi banyak hal. Dan mencoba banyak hal. Akan sangat senang hati ini jika kalian para pembaca, juga ikut berbagi. Berbagi jatah bulanan misalnya.

    *
              
    Kembali ke topik utama, 2016. Menuju 2017, sudah siapkah ? Beberapa orang mungkin sudah, beberapa orang mungkin belum. Menurut gua itu wajar. Karena setiap orang punya kuda – kudanya sendiri, sebelum tanding dengan zaman yang baru dimulai.
              
    Gua harap 2017 tidak seperti kisah bajak laut Davy Jones dan kapal berhantunya, The Flying Dutchman. Yang ditugaskan/dikutuk oleh Dewi Calypso (semacam dewi laut) untuk mengantarkan arwah orang yang sudah meninggal, ke alam yang berbeda.

    Bayangkan kita sebagai Davy Jones, 2017 sebagai kapal The Flying Dutchman, dan apa yang terjadi nanti adalah arwah yang kita antar. Artinya, kitalah yang menentukan kemana arah kapal 2017 ini akan berlayar, serta apa yang akan kita bawa nanti. Akankah kita menemukan harta karun ? Atau karam menabrak karang ? Kita yang tentukan !

    .
    .
    .

    May 2017 be a good year. Aamiin.


    Jangan lupa bersyukur. Minimal sehari sekali. Siapa tau Tuhan juga butuh disemangati~        
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Siapa Ini ?

    Foto Profil 2020

    Jo Reha

    Hallo ! Apa kabar ? Saya Jo, yang biasanya nulis di blog ini. Maaf ya kalau tulisannya kurang jelas atau enggak masuk akal. Karena memang begitu Saya orangnya.

    Mikirnya kejauhan, Imajinasinya ketinggian. Jadi, salam kenal !

    Lebih Lanjut

    • facebook
    • twitter
    • instagram
    • youtube

    Bacaan Terbaik

    • The Game of Waiting
    • Sudut Bumi Paling 'Edan'
    • Pemeran, Penonton, dan Suntik Silikon
    • Galaksi, Ini dan Itu.

    Bacaan Terbaru

    Labels

    bekasi cerpen curhat kritik mikir Personal Thought random santai

    Arsip Blog

    • Oktober 2020 (1)
    • Agustus 2020 (1)
    • Januari 2020 (1)
    • November 2019 (1)
    • Agustus 2019 (1)
    • September 2018 (1)
    • Agustus 2018 (1)
    • Juli 2018 (2)
    • Januari 2018 (1)
    • November 2017 (1)
    • Juli 2017 (1)
    • April 2017 (3)
    • Februari 2017 (3)
    • Januari 2017 (4)
    • Desember 2016 (1)
    • November 2016 (2)
    • Oktober 2016 (1)

    Para Pembaca

    Facebook Twitter Instagram Google Plus

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top