Seiring Dengan Salah Arah
Januari 16, 2017
Hidup,
kadang misleading. Apa yang kita anggap
gitu, ga taunya anu. Sumpah, Ambigu. Kira
– kira, sudah berapa kali ya kita memutuskan suatu hal yang seharusnya benar,
tapi ternyata salah ? begitu juga sebaliknya ? Nah loh. Jangan – jangan, jangan
– jingin nih.
Original Photo by Garret Sears |
Mengambil
keputusan itu, kaya main quiz di sebuah acara TV. Untung – untungan. Kita ga
bakal tau, tirai nomor berapa yang di dalamya berhadiah Mobil Alphard, dan
tirai mana yang di dalamnya malah banyak zonk.
Kalau
keputusan yang diambil benar, sorak - sorai penonton yang akan mengiringi langkah
kita selanjutnya. Kalau keputusan yang diambil salah, hanya suara tawa yang akan
terdengar dari seluruh penjuru ruangan. Sedikit mirip dengan ‘mereka’, yang ada di
kehidupan sehari – hari. Yang mengakunya peduli dengan satu sama lain.
Tapi,
mau ga mau tetap harus ambil keputusan, kan ? Karena apapun masalahnya, ga bisa
dibiarin ngambang begitu saja.
Seperti
Koboi yang sedang ber-duel satu lawan satu dengan musuh bebuyutannya. Tegang.
Kalau ga memutuskan untuk menarik pelatuk, ya harus terima pulang dengan lubang
di kepala.
Apalagi
waktu yang ada terbatas. Memangnya hidup bisa diacungkan dua ibu jari sambil
teriak “tepan!”, seperti saat main petak umpet ? Berhenti dulu, ambil nafas
sebentar ? Yang benar saja.
Waktu
berlalu, hari berganti. Tidak ada yang tetap tinggal pada tempatnya.
Secara
teknis, kalau kita ga suka dengan hasil akhirnya, kita ga bisa menyalahkan
siapa – siapa. Karena, ga ada satupun orang yang tau mana yang benar, mana yang
salah.
Meskipun
sebelum membuat keputusan, di dalam hati kita bisa menimbang – nimbang mana
yang benar, mana yang salah. Seperti, “Gua
yakin nih, yang ini yang bener.” atau “Ah, kayaknya yang ini salah deh.”
Tetap
saja pada akhirnya, kita seperti berlayar tanpa kompas. Buta arah. Hanya bisa menggenggam
kedua tangan, menggantung harap pada hasil yang tak tentu.
Berharap,
mungkin bisa jadi solusinya. Minimal hati merasa nyaman, sampai akhirnya tiba.
Berharap terus, sampai jatah ‘harapan’ kita habis. Sungguh wajar dan manusiawi.
Manusia dengan ilusinya terhadap akhir yang bahagia. Siapa yang tidak mau akhir
yang bahagia ? Gua pun juga.
Tapi,
ada satu lagi solusi yang menurut gua, paling logis. Yaitu, ‘Bersiap’.
Apapun
hasilnya, bersiap. Logis, kan ? daripada menggantung harapan pada sesuatu yang
abu – abu ? Mending cari jalan keluar lain jika hasilnya berbeda dengan yang
kita inginkan.
Sebuah
solusi yang Logis, sekaligus munafik.
Kenapa
? Karena mana ada manusia yang tidak punya rasa takut. ‘Takut’ itu, reaksi
ilmiah dari tubuh manusia. Jika tubuh kita masih berfungsi dengan normal,
seharusnya kita masih bisa merasa ‘takut’. Kalau ga takut, ga mungkin bisa
berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan.
Lalu
lebih baik mana, bersiap atau berharap ? Jawabannya boleh disimpan sendiri –
sendiri.
Salah
mengambil keputusan, rasanya seperti salah arah. Bikin sebal hati karena,
seharusnya ini adalah jalur yang benar. Apalagi, yang namanya ‘waktu’ itu, relatif. Bisa berjalan lambat, bisa tiba
– tiba terasa cepat.
Tapi
kan, nanti bisa putar balik ? Bisa saja. Apa jadi lebih baik ? Tidak juga.
Terkadang salah arah, masih bisa mengarahkan kita ke tujuan akhir. Hanya jalur
yang dilewatinya saja yang berbeda.
Yang
paling seru adalah, salah arah bisa membuka arah lain yang baru. Yang belum
pernah kita jelajahi sebelumnya. Ada kesempatan untuk belajar hal yang
sebelumnya tidak pernah terbayangkan sama sekali. Sebuah jalur kosong untuk
mulai berlari lebih kencang lagi.
Bukan
berarti, harus selalu disengajakan biar salah. Itu mah, bodoh. Maksudnya
adalah, salah arah, tidak buruk – buruk amat. Jangan terlalu sering menghukum
diri sendiri.
Seiring
dengan salah arah, kita akan belajar banyak hal. Belajar menerima keadaan
sebagai contohnya. Apa yang sudah terucap, mana mungkin bisa balik lagi. Nasi sudah menjadi bubur, pepatah
bilang. Alhasil, kita jadi harus tetap bergerak. Tanpa perlu terlalu sering melihat
kebelakang.
Mari
kita berdoa saja semoga apa yang kita putuskan, tidak menyakiti hati orang lain.
Maupun hati sendiri. Meskipun, yaa resiko tersebut ga mungkin dapat kita
hindari. Tapi kalau masih bisa memaafkan, maafkanlah.
Bukannya
mau menggurui. Tolong garis bawahi.
Karena
gua pun masih kebingungan dengan konsep – konsep hidup yang kaya gini. Rasanya seperti
jadi seorang balita lagi. Apa saja dimasukan ke mulut, sampai akhirnya belajar
bahwa sudut meja itu rasanya hambar.
Sama
seperti kita sehari – hari, apa saja dimasukan ke hati. Sampai akhirnya belajar
kalau hati, juga perlu hati – hati. Bingung ga lu ?
.
.
.
Kalau
hidup ada ‘kunci jawaban’ nya, kira – kira bakal kita pakai tidak ya ?
Siapa
tau Tuhan sudah memberikan kita ‘contekan’, tapi kita terlalu fokus kebingungan
sampai tidak dengar sama sekali. Nah loh.
10 Komentar
Dalam banget.
BalasHapusTapi setuju ama kata-katanya.
Sedalam apa bang? Hahaha:D
HapusMakasih ya ~
seperti pintu, pas 1 pintu ditutup, pintu lain kebuka.
BalasHapustinggal kitanya berani ngintip doang ato lanjut membuka pintu2 yang lain.
toh setiap pintu ujungnya beda2.
semacam take and give.
duh apasih
bingung juga sma komen sendiri.
hahahaa
Waduh bener juga nih wkwk. Ga kepikiran sayaa
HapusKo bingung, lain kali jangan mainan pintu dulu deh wkwk
Serinng bangeeetttt
BalasHapusKetika udah memilih salah satu, akhirnya di ending jadinya bakal "Damn it! Harusnya gue milih yang blablablaaa!"
Gitu
hihihihi
Ya kan ? ya kan ? Kesel banget habis itu kalau salah ya, wkwkwk
HapusWuaa postingan ini kyaknya pas bgt buat gue. Brrti emg lebih hrs bersiap ketimbang bnyak brharap yah? Krna apa yg kita kira baik, blm tntu baik buat kita. Hmm:)
BalasHapusyauda gue hrs mempersiapkan diri dlu Untuk knyataan yg akan gue hdapi nnti.. Tengkiuh yak!
Klo khidupan ada contekannya, gue gak mau pake ah. Enakan jg hsil sndiri, bkan hasil contekan. Lebih asik :D Tp klo nilainya jelek gabisa remed ntr.. Wkwk
Waduh tulisan random kaya gini ada manfaatnya juga ya wkwkwk :D Kayaknya emang lebih baik bersiap, karena nanti sakitnya jadi ga seberapa. gitu.. *belajar dari pengalaman wkwk -_-
HapusSama sama yak! :D
Uh iya ga kepikiran tuh, hidup gimana remednya yak ? -_-
hmmmm.... hmmmmm.... hmmmmm..... *mikir mau komen apaan*
BalasHapusya namanya hidup emang pilihan kan ya? apa yang kita pilih hari ini bakal berpengaruh besar di masa depan. kayak misalnya penemu di jaman dulu, kalo dia nyerah pas buat sesuatu (misal lampu) di percobaan ke 99, padahal di percobaan ke 100 pasti berhasil, mungkin gak bakal ada lampu. jadi ya kita emang musti siap sedia sama keadaan, perubahan dan... anjir ini gue komen apaan. :"
Jangan mikir keras keras lah bang wkwkw muntah nanti :D
HapusTrue banget bang, Kalo mereka ga ngambil resiko, ga bakal ada kehidupan selanjutnya..
Ini komentar yang intelektual ko :'D