Sedikit Tentang Perpisahan
Januari 09, 2017Perpisahan itu menyakitkan, Perpisahan juga menyembuhkan.
Perpisahan
itu sebuah alasan, Perpisahan juga sebuah penolakan.
Perpisahan
itu sebuah awal, Perpisahan juga sebuah akhir.
Perpisahan
itu menyerah, Perpisahan juga berjuang.
Perpisahan
itu pengertian, Perpisahan juga salah paham.
Perpisahan
itu perdamaian, Perpisahan juga awal kehancuran.
Perpisahan
itu maju, Perpisahan juga mundur.
Perpisahan
itu berhenti, Perpisahan juga melanjutkan.
Perpisahan
itu melupakan, Perpisahan juga mengingat ulang.
Perpisahan
itu bergerak, Perpisahan juga diam sejenak.
Perpisahan
itu keterlambatan, Perpisahan juga keduluan.
Perpisahan
itu keyakinan, Perpisahan juga keraguan.
Perpisahan
itu baik, Perpisahan juga buruk.
.
Maaf
jika tulisan ini terlihat seperti remaja sekolah menengah yang baru mengalami
pubertas.
Tapi, percaya atau tidak, pada umur sekitar 40-an nanti, kita akan mengalami pubertas yang kedua. Coba itu. Mending kaya gua, dicicil dari sekarang. Lagian nanti pas umur 40-an, siapa lagi yang mau digalauin ? istri kedua ? mending mikirin mati. Persiapan dulu sebelum bertemu Sang Pencipta.
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah film berjudul ‘What Dreams May Come’. Yang dibintangi oleh salah satu aktor legendaris, Robie Williams. Salute, sir. Sekarang beliau sudah berada di alam yang berbeda, dengan aktor dan aktris legendaris yang lainnya.
Bercerita tentang perjuangan seorang suami bernama Chris Nielsen, yang diperankan oleh Robie Williams, untuk menemui istrinya, di Neraka.
Nih, inilah contoh suami idaman. Sampai Neraka pun, Istrinya tetap ditemani dan dijaga. Jadi kalau kalian mau cari pasangan, jangan lupa tanya,
“Kalau Aku masuk Neraka nanti, Kamu ikut ga ?”
Kemudian kalian seleksi sendiri dari bagaimana jawabannya.
Menurut gua, film ini cocok banget untuk kalian yang suka dengan genre drama atau romance. Karena banyak banget pelajaran tentang kehidupan, yang bisa diambil dari film ini. Terutama, film ini mengajak penontonya untuk mendalami makna dari kalimat ‘Jangan Menyerah’.
Beneran dah, kerasa banget perjuangan si Chris Nielsen untuk mencari Istrinya di Neraka. Meskipun ‘para penjaga’ disana menghalangi, bahkan mengatakan kalau mencari belahan jiwanya di Neraka merupakan hal yang tidak mungkin. Tapi, rasa cintanya kepada sang istri membuatnya teguh dan tetap melanjutkan perjalanan.
Di dalam film tersebut juga, nampak jelas bagaimana perpisahan dapat mempengaruhi kehidupan kita. Bahkan ada bagian dimana, sang istri sempat mengalami gangguan mental dan harus dirawat di rumah sakit jiwa.
Ini cuma di Film. Bagaimana kalau di kehidupan nyata ?
Setiap orang punya sudut pandang tersendiri mengenai ‘Perpisahan’. Serta punya caranya sendiri untuk melewati sebuah ‘Perpisahan’. Tapi, bisa tidak kita sama – sama setuju, kalau yang namanya ‘Perpisahan’ itu, pasti menyakitkan ?
Dua mahluk hidup yang sebelumnya menyatu, tiba – tiba pada suatu masa di kehidupan, mereka berpisah, pastinya tidak menyenangkan. Bayangkan seperti mencabut urat nadi dari pergelangan tangan. Jika tidak merasa sakit, mungkin kita sedang sekarat menuju kematian.
Tapi, jika dipikir lagi, seharusnya perpisahan juga dapat membuat kita tumbuh. Membuat yang meninggalkan atau yang ditinggalkan, belajar dari kesalahan.
Artinya, perpisahan juga dapat bermakna positif, untuk beberapa orang yang melihatnya dari sudut pandang berbeda. Yang pikir berpisah itu buruk, boleh. Yang pikir berpisah itu baik, silahkan. Tentunya tergantung dengan konteks ‘Perpisahan’ yang dihadapi masing – masing.
Yang membuat sebuah ‘Perpisahan’ itu menyakitkan, bukan ucapannya. Tapi, kenyataannya. Aftertaste atau dampak yang diakibatkan setelah melewati sebuah ‘Perpisahan’.
Apa yang tadinya ada, menjadi tidak ada. Inilah yang paling umum. Inilah yang akhirnya membuat makna ‘Perpisahan’ jadi negatif. Inilah yang membuat orang yang meninggalkan, rasanya menjadi orang ter-brengsek sedunia.
Meskipun pada akhirnya kita akan tau alasannya, tetap saja rasanya tidak berubah.
Yang terbaik untuk dilakukan setelah sebuah ‘Perpisahan’ adalah, tidak ada. Kenapa ? Karena menurut gua manusia cenderung melakukan sesuatu secara spontan. Belajar dari kejadian juga mungkin hanya mempertebal mental saja.
Tapi, tidak ada salahnya bersiap. Kata Pepatah, ‘Sedia Payung Sebelum Hujan’ juga ada benarnya. Mengalami kejadian yang sama, tidak mungkin tidak mengajarkan kita sesuatu. Betul tidak ? Masa iya, jatuh kelubang yang sama setiap kalinya. Situ orang apa yuyu’, demen banget main di lobang.
Tapi, percaya atau tidak, pada umur sekitar 40-an nanti, kita akan mengalami pubertas yang kedua. Coba itu. Mending kaya gua, dicicil dari sekarang. Lagian nanti pas umur 40-an, siapa lagi yang mau digalauin ? istri kedua ? mending mikirin mati. Persiapan dulu sebelum bertemu Sang Pencipta.
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah film berjudul ‘What Dreams May Come’. Yang dibintangi oleh salah satu aktor legendaris, Robie Williams. Salute, sir. Sekarang beliau sudah berada di alam yang berbeda, dengan aktor dan aktris legendaris yang lainnya.
Bercerita tentang perjuangan seorang suami bernama Chris Nielsen, yang diperankan oleh Robie Williams, untuk menemui istrinya, di Neraka.
Nih, inilah contoh suami idaman. Sampai Neraka pun, Istrinya tetap ditemani dan dijaga. Jadi kalau kalian mau cari pasangan, jangan lupa tanya,
“Kalau Aku masuk Neraka nanti, Kamu ikut ga ?”
Kemudian kalian seleksi sendiri dari bagaimana jawabannya.
Menurut gua, film ini cocok banget untuk kalian yang suka dengan genre drama atau romance. Karena banyak banget pelajaran tentang kehidupan, yang bisa diambil dari film ini. Terutama, film ini mengajak penontonya untuk mendalami makna dari kalimat ‘Jangan Menyerah’.
Beneran dah, kerasa banget perjuangan si Chris Nielsen untuk mencari Istrinya di Neraka. Meskipun ‘para penjaga’ disana menghalangi, bahkan mengatakan kalau mencari belahan jiwanya di Neraka merupakan hal yang tidak mungkin. Tapi, rasa cintanya kepada sang istri membuatnya teguh dan tetap melanjutkan perjalanan.
Di dalam film tersebut juga, nampak jelas bagaimana perpisahan dapat mempengaruhi kehidupan kita. Bahkan ada bagian dimana, sang istri sempat mengalami gangguan mental dan harus dirawat di rumah sakit jiwa.
Ini cuma di Film. Bagaimana kalau di kehidupan nyata ?
Setiap orang punya sudut pandang tersendiri mengenai ‘Perpisahan’. Serta punya caranya sendiri untuk melewati sebuah ‘Perpisahan’. Tapi, bisa tidak kita sama – sama setuju, kalau yang namanya ‘Perpisahan’ itu, pasti menyakitkan ?
Dua mahluk hidup yang sebelumnya menyatu, tiba – tiba pada suatu masa di kehidupan, mereka berpisah, pastinya tidak menyenangkan. Bayangkan seperti mencabut urat nadi dari pergelangan tangan. Jika tidak merasa sakit, mungkin kita sedang sekarat menuju kematian.
Tapi, jika dipikir lagi, seharusnya perpisahan juga dapat membuat kita tumbuh. Membuat yang meninggalkan atau yang ditinggalkan, belajar dari kesalahan.
Artinya, perpisahan juga dapat bermakna positif, untuk beberapa orang yang melihatnya dari sudut pandang berbeda. Yang pikir berpisah itu buruk, boleh. Yang pikir berpisah itu baik, silahkan. Tentunya tergantung dengan konteks ‘Perpisahan’ yang dihadapi masing – masing.
Yang membuat sebuah ‘Perpisahan’ itu menyakitkan, bukan ucapannya. Tapi, kenyataannya. Aftertaste atau dampak yang diakibatkan setelah melewati sebuah ‘Perpisahan’.
Apa yang tadinya ada, menjadi tidak ada. Inilah yang paling umum. Inilah yang akhirnya membuat makna ‘Perpisahan’ jadi negatif. Inilah yang membuat orang yang meninggalkan, rasanya menjadi orang ter-brengsek sedunia.
Meskipun pada akhirnya kita akan tau alasannya, tetap saja rasanya tidak berubah.
Yang terbaik untuk dilakukan setelah sebuah ‘Perpisahan’ adalah, tidak ada. Kenapa ? Karena menurut gua manusia cenderung melakukan sesuatu secara spontan. Belajar dari kejadian juga mungkin hanya mempertebal mental saja.
Tapi, tidak ada salahnya bersiap. Kata Pepatah, ‘Sedia Payung Sebelum Hujan’ juga ada benarnya. Mengalami kejadian yang sama, tidak mungkin tidak mengajarkan kita sesuatu. Betul tidak ? Masa iya, jatuh kelubang yang sama setiap kalinya. Situ orang apa yuyu’, demen banget main di lobang.
.
.
.
Oiya,
Selamat bersenang – senang dengan sakit hati. Siapa tau nanti tidak bisa
merasakannya lagi.
BTW,
yang namanya ‘Pepatah’ itu siapa sih !? Kenapa kita bisa nurut banget sama
setiap perkataannya ya ?
4 Komentar
Perpisahan sekolah ada senang dan sedih. Senang karena berhasil lulus. Sedih karena harus berpisah dengan teman. Tapi, begitulah hidup, kan? Hidup terus bergerak. Pisah dengan yang satu, bertemu lagi dengan yang lainnya. :))
BalasHapusGue kayaknya baru tau tentang film itu deh. Coba ah nanti nonton. Kayaknya seru berjuang di neraka. Wqwq. :D
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti, ya ? Kaya yang dibilang sama Banda Neira :D
HapusCoba deh yog, seru sih ceritanya. Tapi mungkin agak sedikit slow pace, dan juga filmnya itu tahun 1999 :D
Nggak pernah suka perpisahan
BalasHapusSelalu menyedihkan :'(
Perpisahan sama musuh dan haters menyenangkan kali ya -_-
Yang namanya perpisahan emang ga enak. Kalau enak, di jadiin hobi kali :D
HapusOiya jelas aja itu bang wkwk