Pages

  • SINI GUA BILANGIN
  • Sini Kenalan !
Instagram Facebook Twitter

Sini Gua Bilangin!

Ekskresi Hati dan Pikiran, dari Insan yang Sok Tahu.

    • SINI GUA BILANGIN
    • SINI KENALAN

    Disclaimer : Adanya kata, ‘Suntik Silikon’ di judul tulisan, bukan berarti tulisan ini mengandung informasi tentang jasa operasi plastik, atau cara memperbesar ukuran payudara.

    Silahkan beralih ke situs lain yang menyediakan konten begituan. Sip.

    Original Photo from PIXABAY

    Seorang pemeran dalam sebuah pertunjukan drama, dituntut untuk membuat karakter yang dibawakannya, ‘hidup’. Supaya penonton bisa ikut mendalami cerita, dan tidak mulai gelisah mau pulang. Kecuali rumahnya kebakaran atau burung peliharaannya dimaling orang, ya bolehin lah pulang. Kejam amat.

    Pokoknya entah pakai improvisasi atau cara lainnya, penonton tidak boleh sampai merasa jenuh.

    Karena biasanya kalau penonton sudah bosan dengan pertunjukan yang dibawakan, mereka pasti mulai cari – cari kesibukan sendiri. Dari main smartphone, gigit kuku jari, isep jempol kaki, kayang, sampai yang paling simple itu ngobrol sama teman di sampingnya.

    Jujur saja, gua paling benci sama orang yang mengobrol saat sedang berlangsungnya sebuah pertunjukan drama. Selain mengganggu, rasanya juga barbar dan tidak etis.

    Terus juga masalahnya, ini bukan pertandingan sepak bola yang harus dikomentari.

    Masa tiba – tiba, “IYAK ! Ken Arok datang menunggang kuda, membawa panah, menuju Ken Dedes, UMPAN CUEK ! JEGERR ! Tertancap sudah di hatinya, sodara – sodara !” Kan bego.

    Kalo boleh, mau gua bikinin kopi, ambilin asbak, terus gua gamparin satu – satu. Biar makin banyak bahan obrolannya.

    Iya, bisa sekesal itu, karena gua pribadi tau rasanya jadi pemeran dalam suatu pertunjukan drama. Meskipun masih sekedar level, ‘yang penting ambil nilai bahasa inggris’, tapi lumayan serius juga.

    Yang ditempuh seorang pemeran itu tidak sebentar. Mulai dari concepting, mind-mapping, simulasi atau latihan, kemudian eksekusi, sampai ke hasil akhirnya nanti. Entah itu dapat tepuk tangan, atau malah dilempar kuaci.

    Ditambah latihan berhari – hari. Gagal berkali – kali. Sampai, yang penting apal dialog daripada ingat mandi.

    Itu semua yang membuat gua suka, sama yang namanya ‘pertunjukan’. Karena prosesnya. Entah itu musik, drama, stand up comedy, dan lain – lain.

    Seorang pemeran juga punya tanggung jawab yang cukup besar. Untuk dirinya sendiri, lawan main, dan penonton yang datang. Kredibilitas sebuah pertunjukan bisa ditentukan dari performa para pemerannya. Meskipun bukan itu doang faktor satu – satunya.

    Tidak bisa sampai di atas, kalau belum mulai dari bawah. Untuk mendapatkan peran yang cocok, butuh audisi dan latihan berkali – kali. Agar kemampuannya di akui banyak orang, juga bukan perkara yang mudah.

    Terkadang, bukan semua tapi beberapa orang, tidak punya cukup kesabaran untuk merintis secara perlahan. Biasanya mereka – meraka tuh, yang menuhankan ketenaran.

    *Sekali lagi, bukan semua tapi beberapa.

    Mereka pasti menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya. Seperti menggunakan ‘Suntik Silikon’ sebagai contohnya.

    Sudah sering dengar kan, bagaimana cara orang – orang yang menunjang karirnya lebih tinggi, dengan cara memvermak kecantikan dan ketampanannya sendiri ?

    Mereka mengizinkan bentuk tubuhnya di ubah. Mereka me-normalisasi-kan, ‘kepalsuan’. Demi mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan.

    Meskipun, ada benarnya kalau orang – orang bilang, “kalau mau sesuatu, ya harus berkorban.” Tapi bukannya kelewatan ya, kalau mengubah apa yang diberi sama Tuhan ? Kecuali untuk alasan medis dan hal – hal yang berhubungan dengan kesehatan.

    Kasihan, badannya oplosan.

    Mereka, pemeran, seperti ‘dikejar target’ sama penonton. Mereka, sampai rela menyuntikan zat kimia kedalam tubuh, demi kepuasan penonton. Meski ada alasan kepuasan sendiri juga, tapi yang jadi dasar awalnya kan orang lain. Kalau tidak ada yang melihat, buang – buang duit doang pakai suntik silikon segala.

    Kurang lebih kaya di kehidupan sehari – hari lah. Saat kita butuh untuk, ‘mengubah sesuatu demi sesuatu’.

    *

    Beberapa minggu yang lalu, gua dan Fista, sesama penulis blog, bergantian memberikan  sebuah topik untuk mengisi tulisan di blog masing – masing.

    Gua menantang Fista untuk menuliskan sesuatu tentang cinta/hubungan, karena waktu itu bertepatan dengan minggu – minggu perayaan Valentine. Sedangkan dia, memberikan gua sebuah topik yang cukup sederhana, “menurut lu, ada ga sih orang yang tidak fake ?”. Gitu.

    Dan, boi oh boi, entah kenapa gua butuh waktu yang cukup lama untuk mengerjakan tulisan ini. Sungguh sebuah topik sederhana yang ternyata rumit juga.

    “Ada ga sih orang yang tidak fake ?”

    Jawaban gua pribadi, ada. Tapi, bukan ‘tidak fake’ atau ‘tidak palsu’, melainkan lebih ke, ‘punya karakter sendiri’.

    Setuju ga, kalau gua bilang, “Setiap Kita, hanyalah seorang pemeran di dalam panggung orang lain.” ?

    Yang artinya, kita cuma sesosok manusia, yang sengaja/tanpa sengaja menjalani kehidupannya sendiri, di kehidupan orang lain.

    Sedih ya kalau dipikir – pikir. Bisa jadi kita hanya sekedar aktor saja, tidak ada yang kenal, jadi sekedar bahan tontonan saja. Masih melayang – layang dibatas, penonton suka atau tidak dengan penampilan kita.

    Tapi, ada satu hal yang bisa membuat diri kita, noticable. Sama seperti seorang pemeran yang rela suntik silikon, demi mendapatkan peran dan jadi lebih famous.

    Kita butuh yang namanya, ‘karakter’.

    Bahkan jika sampai harus melakukan sesuatu yang ‘fake’, yang ‘bukan gue banget’.

    Kalau demi tidak dibuangnya kita dari kehidupan seseorang. Demi kehadiran kita terlihat oleh seseorang tersebut. Demi seseorang tersebut jadi milik kita sendiri. Sah – sah saja.

    Yang penting asik, terus ga ngusik. Gua pribadi sih santai aja. Entah kalau lu pada maunya kaya gimana.

    .

    *PS : kalau mau lihat tulisan yang dibuat Fista, bisa klik DISINI.

    .
    .
    .

    Jadi kalau ada yang ngomong ke kalian, “yang penting, gua ga fake !” sampai muncrat. Ya biar sajalah.

    Selama tidak mengganggu. Ya mungkin mereka sedang berusaha menarik perhatianmu, atau sedang dalam usaha mencari jati diri. Gitu.

    Continue Reading

    Ini teruntuk kalian yang matanya belum bisa terpejam sampai 2.20. Pagi, bukan siang. Formasi waktu yang sudah berkali – kali gua lihat di jam dinding. Dan akhirnya membuat gua terinspirasi untuk membuat tulisan yang tidak ada pentingnya ini. Enjoy.

    P.S : Jangan biasakan tidur jam segitu. Nanti jadi candu.

    Original Photo by Wu Yi


    1.  Berhenti sok sibuk di dunia maya.

    Kalau menurut gua pribadi, atau mungkin kebanyakan orang juga, masih terjaga sampai jam segitu, cuma karena masalah bosan semata.

    Bolak - balik beberapa aplikasi yang sama, dengan jarak waktu yang tidak jauh dari satu dengan yang lainnya. Satu kali jempol scroll kebawah, bosan, tutup, terus buka yang lain, kemudian balik lagi ke aplikasi yang pertama. Begitu terus sampai mata merah, jempol keringetan, kasur berantakan karena cari posisi yang ena’.

    Beruntung untuk kalian, yang punya seseorang untuk diajak bercanda lewat layar kaca sampai jam segitu. Lupa waktu mah, masa bodoh. Yang penting bisa cekikikan sambil guling – gulingan.

    Lah, untuk mereka yang sendirian ? mereka yang sedang tidak ada yang mengucapkan, “selamat tidur ya.. :)”, gimana ? Kesepiannya bikin bosan. Kemudian dilampiaskan dengan mencari hiburan. Daripada sakit hati, mending sakit badan. Ya ga ?

    Tapi, point pertama ini memang beneran harus dilakukan. Karena menurut studi (baca: google), radiasi dari smartphone bisa mengganggu kinerja otak, menghambat suatu hormon, sampai akhirnya mengacaukan jam tidur.

    Jadi kalau sampai jam 2.20 masih sibuk memantau dunia maya, segera istirahatkan. Selain menyakitkan, juga kasihan. Malu sama mereka yang punya kehidupan dan fokus masa depan.

    2. Basuh air ke muka.

    Usahakan dengan menggunakan air dingin, bukan air raksa. Sudah 2.20, jangan yang engga – engga.

    Lumayan untuk membantu jiwa ber-rileksasi. Terutama yang percobaan tidurnya berujung dengan gelisah. Entah karena panas, atau tidak sengaja teringat luka lama (re: kenangan).

    Oh sebelumnya, dilepas dulu topengnya. Topeng yang dipakai sehari – hari untuk mensiasati hidup bermasyarakat. Pasti lelah tidak bisa menjadi diri sendiri, ya kan ? Tidak apa kalau menurut gua, manusiawi. Kita mau orang tau yang baik – baik saja dari diri kita. Selebihnya kubur dalam – dalam, daripada membuat masalah.

    Tapi, jangan berusaha terlalu keras. Tidak semua orang harus dilayani dan dipuaskan. Coba belajar memilah keadaan. Ada saatnya topengmu berguna, ada saatnya topengmu hanya bikin kesal semata. Ada yang akan menerimamu dengan topengmu, ada juga yang akan menerimamu dengan segala goresanmu. Jadi, santai saja. *wink

    Waduh, lupa. Bukan itu pointnya. Kembali ke basuh muka.

    Biar urat – urat yang ketarik seharian, jadi kendor. Biar stress – stress yang tertahan, jadi lega. Biar jiwa, siap tertidur. Dan yang paling penting, Biar kalian siap menyambut orang tersayang di alam mimpi, dengan terlihat seperti terlahir kembali.

    3. Kunyah sedikit cemilan.

    Ya kalau – kalau lapar. 2.20 kan jam yang rawan. Tapi ingat ya, sedikit saja. Dasar mamalia !

    4. Minum segelas air putih.

    Ya kalau - kalau cemilannya nyangkut di tenggorokan. Atau ingin suaranya jadi serak – serak basah.

    5. Berdamai dengan pikiran.

    Ada kalanya hal sepele, tersangkut di kepala, kemudian membuat kita terjaga dengan waktu yang lama. Terus – terusan dikaji tanpa sengaja, sampai tiba – tiba fajar sudah mengintip ujung jendela.

    Meskipun padahal, beberapa jam sebelumnya, mata sudah berteriak lelah. Sudah mulai mengatup sedikit – sedikit, bertemu ujung bulu mata atas dengan bawahnya, seperti mengedip tapi lebih berat dan jeda terbukanya lama. Entah mengantuk, atau teler mabok genjer.

    Kadang dalam fase – fase kantuk seperti itu, kita bisa dengan gratis bercumbu dengan bahan metal dari casing smartphone sendiri. Terjun bebas dari genggaman tangan, mendarat dengan elegan di atas muka. Membuat kita terkesiap dan kembali berselancar di dunia maya.

    Tadi kan sudah mengantuk, tapi jadi segar kembali. Itu semua karena, dengan ajaibnya kita mulai memikirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Dan mungkin tidak pernah ada.

    Tapi, “Enak saja !” kata suara di kepala. Kemudian mulai mengungkit ini itu seperti sebuah komputer mencari data. “Yang ini gimana !?, Yang itu apa !?, Nanti kalau begini..!?” Katanya.

    Mau tidak mau, mata jadi terjaga. Sembari menunggu otak bekerja. Mau dipejamkan bagaimana juga, tetap saja. Kalau masih mengganjal, ya belum bisa. Makannya ini yang paling bahaya.

    Tidak ada cara yang paling benar untuk berdamai dengan pikiran. Setiap orang punya siasat yang berbeda – beda. Tapi ketahuilah, ini tetap harus dilakukan. Jika tidak mau merasa kacau di pagi harinya.

    Sebenarnya, apasih masalanya, dengan isi kepala yang meledak - ledak sampai selarut itu ? Apa mungkin karena, pikiran butuh waktu yang tepat, tempat yang nyaman, dan hati yang tenang, untuk mulai mengganggu ? Kurang ajar ya kalau dipikir – pikir.

    Ya sudahlah, bisa apa selain dinikmati ? Lagian tidak buruk juga berkabar dengan diri sendiri. Sampai nanti kelar sendiri, semoga belum muncul matahari.

    *

    Tadi sudah diingatkan di atas, kalau keseringan tidur selarut 2.20, akan jadi candu kedepannya. Bisa berbahaya bagi tubuh, pikiran, dan hati juga.

    “Tapi ko, sakit setengah – setengah, mending sekalian.” Ya terserah.

    .
    .
    .

    Selamat terpejam mata yang mulai lelah terjaga.Selamat menikmati 2.20, bagi yang jiwanya masih merana.
    Continue Reading


    1. Jangan.
    2. Beneran deh, pikir lagi.
    3. Mana ada sih orang yang cita - citanya jadi pengangguran !?
    4. Cari uang susah.
    5. Cari kerja susah.
    6. Eh, Kalau susah terus, kapan bisanya !?
    7. Yaudah, mending dicoba dulu kali 
    8. Tapi harus yakin dulu sebelumnya.
    9. Kalau ga punya keyakinan, gimana mau disiplin nantinya !
    10. Nah, yang pertama.. 
    11. Kembali ke no. 1
    12. Sekian.

    Terimakasih sudah menghabiskan 30 detik dari waktu kalian yang berharga. *wink

    Original photo from Pixabay


    Pada tahun 2016 yang lalu, Pengangguran yang tercatat di Indonesia mencapai angka 7 Juta orang. Banyak ya ? itu semua orang, bukan gundu. Kira – kira, adakah diri kalian di antara 7 juta orang tersebut ? Kalau gua sih, hehe.

    Setelah keluar kerja September tahun lalu, dompet gua jadi sering batuk – batuk. Kehidupan mahasiswa ternyata tidak seindah yang gua bayangkan. Rasanya seperti kehabisan air di tengah gurun sahara. Hidup sih masih, jalannya aja yang susah.

    Dulu waktu punya uang sendiri, gua berasa jadi orang paling hedon sejagat. Diajak jalan kemana aja, hayuk. Makan dimana aja, jadi terus. Buang – buang duit melulu macam tuan takur.

    Apalagi, jadi kecanduan belanja online juga. Lirik barang, tinggal pesan. Harga item sekitaran 100 ribu kebawah, ga perlu mikir sampai 3 kali. Paling 2.5 kali, tapi ya, tetep aja ga pakai lama. Sekarang mah, buka aplikasi belanja online aja, gua pilek.

    Tapi kalau dipikir – pikir, segala macam bentuk diskon atau promo itu, setan juga ya. Tau aja kalau kantong celana lagi puasa sunnah. Godaannya banyak banget. Mau batal, Mau jajan, tapi bayar pake apaan !? pake amal !? Emang Ramay*na, panitia zakat !?

    “Misi mbak, mau bayar”

    “Debit apa cash mas ?”

    “Amal Jariyah, bisa mbak ?”

    “Bisa mas, sekarang ikutin saya ya. Audzubilah..”

    Bodo.

    Makannya, yang  namanya nabung itu jadi penting banget. Kenapa ? coba saja anggap tabungan itu, sebagai sebuah sekoci. Kalau dompet kalian karam sebelum awal bulan, tabungan kalian lah yang akan menyelamatkan hidup kedepannya.

    Bayangin kalau uangnya udah habis duluan buat beli baju atau sneaker adid*s ‘ori’ Banjir Kanal Timur. Tanggal tua, bisa – bisa cuma ngemut tali sepatu pake Bon Cabe level 15 di pojokan.

    Nabung itu lebih penting, daripada ‘niat-buat-nabung’nya. Bisa gitu ya ? Kegiatannya lebih penting daripada niatnya. Tapi, hal ini nyatanya beneran.

    Niatnya doang mantep, tapi dilakukan juga engga. Setiap dapet uang, pasti langsung niat buat nabung. Baru niat. Lalu, magically, pas akhir bulan tinggal kapiten pattimura semua di dompet. Miris.

    Proses menabungnya berhenti di tahap nawaitu.

    Karena itu, banyak juga yang bilang, kalau mau nabung, ya harus dilakuin dari awal. Misal, dapat gaji atau uang bulanan, langsung pangkas beberapa buat nabung. Jadi, tidak mengandalkan receh – receh sisa belanja.

    Selain kekumpulnya lama, hasilnya juga tidak seberapa. Mirip seperti, kamu sudah berusaha sampai mau mati buat dapat perhatian dia, tapi dia cuma anggap kamu teman yang baik kalau ada maunya aja. Tsadest kan ? Gitu kalau kata anak – anak kekinian.

    *

    Jadi pengangguran itu bukan salah siapa – siapa. Maksudnya, salah orang lain, iya. Salah diri sendiri, juga iya. Banyak faktornya. Misalnya, kalian dipecat dari kantor karena kesalahan orang lain. Atau, kalian emang sengaja bikin masalah, dengan alasan menguji boss kalian perhatian apa engga. Eh. Itu mah, goblok deh.

    Yang bilang nganggur itu nasib, juga ada benarnya. Karena cara Yang Maha Kuasa mengatur rezeki itu, misterius sedemikian rupa. Laknat rasanya, kalau coba – coba maksa, bahkan ga percaya.

    Tapi, bukan berarti jadi pengangguran, kita bisa bertindak seenaknya. Kalau emang ada pengangguran yang songong, deketin, tarik kupingnya, bisikin, “Nyadar anying!”.

    Apalagi kalau sampai ada pengangguran yang iri terhadap sesama. Sesama pengangguran, maksudnya. Kan ironis ya ? Yang jadi alasan buat iri apa ? Waktu tidur siangnya lebih panjang daripada waktu tidur siangmu ? Atau nganggurnya lebih stylish daripada cara nganggurmu ? Pembodohan itu namanya.

    Juga bukan berarti boleh iri sama yang udah stabil pemasukannya. Mereka hoki, lu kaga. Eh. Maksudnya mereka kerja keras buat dapet pekerjaannya.

    Datang interview sana – sini, Bolak – balik warnet buat cetak CV, ke fuj*film setiap seminggu sekali. Akan menang orang yang berusaha, daripada mereka yang gigit jari dari kejauhan.

    Kompetisi itu manusiawi, asal tidak sikut – sikutan. Apalagi sampai santet – santetan. Percuma. Kasihan djinnya juga punya kehidupan.

    Jadi, jadilah pengangguran yang berwawasan tinggi dan terdidik. Agar tidak perlu sampai menyusahkan hidup orang lain.

    .
    .
    .

    Selamat menganggur~

    Jangan lupa cari kerja. Atau beli koran Pos Kota setiap hari sabtu. Di bagian ‘Karier’ biasanya banyak lowongan kerja. Anjir, tau gua ya.
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Siapa Ini ?

    Foto Profil 2020

    Jo Reha

    Hallo ! Apa kabar ? Saya Jo, yang biasanya nulis di blog ini. Maaf ya kalau tulisannya kurang jelas atau enggak masuk akal. Karena memang begitu Saya orangnya.

    Mikirnya kejauhan, Imajinasinya ketinggian. Jadi, salam kenal !

    Lebih Lanjut

    • facebook
    • twitter
    • instagram
    • youtube

    Bacaan Terbaik

    • The Game of Waiting
    • Sudut Bumi Paling 'Edan'
    • Pemeran, Penonton, dan Suntik Silikon
    • Galaksi, Ini dan Itu.

    Bacaan Terbaru

    Labels

    bekasi cerpen curhat kritik mikir Personal Thought random santai

    Arsip Blog

    • Oktober 2020 (1)
    • Agustus 2020 (1)
    • Januari 2020 (1)
    • November 2019 (1)
    • Agustus 2019 (1)
    • September 2018 (1)
    • Agustus 2018 (1)
    • Juli 2018 (2)
    • Januari 2018 (1)
    • November 2017 (1)
    • Juli 2017 (1)
    • April 2017 (3)
    • Februari 2017 (3)
    • Januari 2017 (4)
    • Desember 2016 (1)
    • November 2016 (2)
    • Oktober 2016 (1)

    Para Pembaca

    Facebook Twitter Instagram Google Plus

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top