Aku
melihat dunia dari balik kaca. Melayang dengan kaki di atas kepala. Sesekali berenang
dalam hampa udara, terhuyung, kemudian kembali menatap planet ke tiga dalam
tata surya.
“Aku
seharusnya sudah sembuh..., kan ?”
Dalam
rangka kabur dari situasi, Aku memilih galaksi. Meninggalkan bumi dengan hanya
membawa diri. Melintas lapisan udara setara awan, lalu tiba di pintu terluar
planet ini.
Aku
mempersilahkan diriku tenggelam dalam suasana. Disusul takjub, oleh visual maha
indah Andromeda. Gugus – gugus
bintang, asteroid, planet, juga kenangan.
Iya,
Kenangan. Kenangan memang indah bukan ? Apalagi kalau dilihat kembali dari
posisi serta situasi yang berbeda. Jauh di atas Bumi misalnya. jauh dari subjek,
jauh dari luka.
Seolah - olah terlihat lemah ya ? Biarlah. Aku memang seorang terdakwa dari kalimat, “Yang lari dari masalah, hanyalah orang –
orang lemah.” Tapi menurutku, untuk bisa sekuat Sang Surya, Aku harus mencicipi rasanya jatuh seperti bintang ke
arah daratan yang paling rendah.
Jadi
saat ini, Aku hanya butuh lari. Ralat, Aku butuh sembuh.
Dan
proses untuk sembuh itu tidak mudah. Buktinya saja, Aku perlu lari dari Bumi. Dengan harapan, perbedaan jarak yang tidak biasa, bisa membantuku berpikir berulang
- kali.
Tetapi,
‘Luka’, adalah sesuatu yang tidak
pernah main – main. Seperti bekas meteor
pada bulan, luka bisa merubah bentuk seseorang. Dan hebatnya lagi, sama seperti
batu – batuan di angkasa yang tidak sengaja menabrak planet. ‘Luka’, bisa menghancurkan siapa saja
dengan tiba – tiba.
Untuk
sembuh dari luka, bukannya tidak bisa, tapi tentu perlu waktu yang lebih dari
biasanya. Tidak melulu harus lama, namun tidak sebentar juga. Beberapa berkata,
“Tergantung..” Jadi, satuan waktu
untuk pulih, itu relatif.
Buatku,
di atas sini, di Galaksi, juga tidak banyak yang bisa dilakukan. Karena sejauh
apapun kita terbang, luka pasti akan tetap ada. Luka pasti akan tetap kembali.
Ditemani
planet yang ukurannya berkali – kali lipat lebih besar dari tubuhku, Aku
ter-intimidasi. Takut, dan sesak. Sempat berpikir, “Sesuatu yang se-raksasa ini, Yang kuat dan yang se-dewasa ini, mana
mungkin perlu lari dari sesuatu. Ya kan ?”
Aku
merasa kecil, di ruang hampa penuh Raja.
Aku
biarkan pikiranku berkubang dalam kebingungan. Tanpa benar – benar tau cara
untuk sembuh, Aku menikmati perjalanan.
Atau
mungkin, ini adalah salah satu jawabannya ? Berjalan ? Bergerak ? Pindah ? Bisa
jadi. Aku mulai merasa seperti Ilmuwan,
meski ber-tualang seperti Antariksawan.
Bertanya ini – itu, mencari jawaban.
Namun,
sampai bisa sembuh sepenuhnya, begini rasanya tidak apa. Lari, juga proses
bukan ?
.
Lalu, mengapa galaksi ?
Galaksi
itu pendengar yang baik. Ia tenang, meski ramai oleh asteroid yang saling
beradu kuat. Ia dewasa, meski hanya sering jadi tempat pelarian bintang –
bintang yang mati. Dan yang paling ku suka, Ia tidak menghakimi. Seberapa pun
menjijikannya seseorang, setiap cerita tetap akan dinikmati.
Di
atas sini, Seseorang bisa bebas bersenang – senang dengan emosi. Menampakkan
wajah terjeleknya saat marah, sedih, bahkan gila. Yang mungkin mereka bungkus
sendiri, tidak pernah ditunjukkan kepada dunia.
Hanya
Raja – Raja raksasa ini yang menjadi saksi. Membiarkan orang asing sepertiku
melepas emosi. Tidak membatasi, tidak menjadi juri.
Mereka,
Galaksi beserta isinya, seperti memberikan sebuah tempat, sebuah ruang, untuk
orang – orang yang membutuhkan. Membutuhkan apa ? Apa saja. Karena Galaksi,
tidak pernah memilah siapa saja yang boleh memeluknya.
Galaksi
tidak diciptakan hanya untuk dikagumi. Galaksi (beserta isinya), bisa menolong
seseorang dengan caranya sendiri.
Aku
salah satu pasiennya.