BOM-BAR-DIR

Juli 05, 2017


Ini terjadi setiap hari.

Ralat, maksudku setiap waktu.

Ledakan demi ledakan akhirnya menghancurkan dinding tempatku bersembunyi. Membuat lubang besar yang memudahkan musuh untuk mengincar kepalaku.

Original Photo by Stijn Swinnen / Edited by me


Suatu waktu Aku berlari sendirian. Menyusupi setiap siku kota dalam diam. Takut semua orang mendengarku. Takut mereka tau, Aku sasaran yang paling empuk untuk ditembak mati.

Instingku berbicara, meski mulutku tertutup rapat. Mensiasati langkah, tanpa membuka kesempatan untuk siapapun mendekat.

Kedua mataku mendetail ke setiap arah. Setiap pergerakan ku baca. Bahkan sekecil angin yang menggerak, Aku tetap harus tau.

Semata – mata karena Aku paham, ketakutan adalah Guru yang paling bijaksana.

Aku tidak menutup kemungkinan jika suatu saat, seseorang menemukanku dalam ke-tidak-siapan. Melumpuhkan pertahanan, kemudian meledakan kepalaku.

Tapi setidaknya, sampai “siapapun dia” yang dengan handalnya membuatku kehabisan nafas, datang, Aku bisa bertahan semampuku.

Kota ini ramai oleh orang – orang yang berusaha untuk bertahan hidup. Dari apa ? Dari kehidupan itu sendiri. Dari balik tempat perlindungannya, mereka mengintip. Sesekali keluar untuk menjarah kesempatan orang lain.

Semua orang terlihat selalu siap, selalu waspada. Membuat skenario terbaik untuk bisa bertahan lebih lama. Alih – alih jika bisa sampai selamat dan bahagia.

Mereka selalu memburu. Meski kadang tidak selalu terlihat, lebih banyak sembunyi – sembunyi.

Aku yang berkubang diantara mereka juga sama. Bertahan hidup dari kehidupan itu sendiri. Bedanya Aku tidak memburu, Aku cukup hanya dengan mencuri waktu.

Di titik buta kota, ada gorong – gorong bekas pembuangan. Tempat ternyaman untuk ku menaruh badan. Bersembunyi saat lelah berlarian.

Merakit senjataku didalamnya, merencanakan caraku bertahan hidup selanjutnya, juga memuaskan diriku dalam rasa aman. Untuk sementara. Karena di suatu waktu nanti, tempat ini juga pasti akan ditemukan.

Ironi. Aku suka mempermainkan arah, tapi tetap butuh tempat untuk pulang.

Oh iya, dalam sehari, mungkin hampir setiap beberapa jam sekali terdengar bunyi ledakan. Menggetarkan langit – langit. Membuatku bergidik tersiaga.

Entah meledak dimana, dan siapa yang meledakannya. Tapi sepertinya dekat, membuatku merasa terancam.

Rasanya seperti dipaksa mengundurkan diri. Secara tidak langsung berkata, “Sudahlah cukup sampai sini saja.”

Yang selalu dilanjutkan denganku yang memilih meringkuk dalam kebimbangan.

Ini semua, seberbahaya itu. separah itu. Aku yakin setiap orang disini merasakan hal yang sama tanpa pernah membuka kata. Di dalam diam, Aku yakin kami saling menyetujui faktanya.

Namun, Aku gila. Atau, sepertinya Aku merasa begitu. Nyatanya, meskipun Aku paham di luar kepala bagaimana semua ini saling berhubungan, tapi Aku dengan sadar berusaha tidak kehilangan harapan.

Setiap menyusuri kota dalam diam, Aku meninggalkan jejak. Di dinding setiap gang yang terlewat, Di gerobak sampah tak terlihat, sampai di mata orang – orang yang mengenal.

Sesekali ketakutan ketika mendengar ledakan. Sesekali masih harus berlarian.

Meskipun begitu, Aku hanya ingin ditemukan. Dan mungkin kalau kota ini mengizinkan, Aku juga mau diselamatkan.

.

3.15 Pagi. Setengah gelas susu dingin habis disudut meja belajar. Gua kebingungan. Beberapa kali memainkan rambut dagu yang tumbuh jarang – jarang.

“Ini sebenarnya Gua nulis apaan sih !?”


Menurut kalian pembaca tanpa nama, ini tulisan tentang apa ?

You Might Also Like

6 Komentar

  1. Ini cerpen tentang perang, Jo? Kenapa yang sering disebut itu kepala? Biar headshot atau gimana? Hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan jangan ada hubungannya by. Jangan jangan perangnya ada di kepala tokoh utama.. waduhh

      Hapus
  2. Ini cerpen tentang apaan? Yang nulis aja bingung. XD
    Lu lagi membayangkan peperangan sama diri lu sendiri? Semacam imajinasi di kepala yang terlalu abstrak terus langsung ditulis. :|

    Tapi tadi gue sempet mikir ini tikus gitu pas masuk lubang anjir. Wahaha. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu komentarnya bang Yoga, bisa jadi ada benernya juga ahaha. Tapi memang sengaja sedikit abstrak sih wkwk.

      Gue juga baru ngeh bang, bisa jadi ini tokohnya tikus ya haha

      Hapus
  3. Lah, penulisnya aja bingung, pembacanya yang lebih bingung jadinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahaha ga bingung bingung amat ko.. cuma gimmick itu

      Hapus