Pikiran & Perjalanan

November 18, 2019

Kebebasan untuk menentukan bagaimana masa depan, merupakan hak teristimewa. Hanyalah orang-orang terpilih, dengan cerita khusus yang telah ditulis demikian.

Beberapa di antara kita harus melaju di atas sebuah rel yang sudah ada sebelumnya. Kecepatan, tujuan, kelokan, teratur. Diatur. Tanpa adanya kesempatan menentukan.

Dibawanya di dalam gerbong, peti-peti kayu penuh harapan. Dari orang-orang yang mengira bahwa, yang terbaik ya memang apa yang sudah ditentukan.

Photo By Deglee Degi on Unsplash


Mari membayangkan ‘masa depan’, sebagai sebuah hutan belantara. Penuh dengan pepohonan menjulang, dan suara-suara bising para penghuni hutan.

Seekor monyet memberitahu orang-orang bagaimana cara hidup yang seharusnya. Burung jalak bersahutan saling membenarkan. Ular yang dengan liciknya menjerumuskan siapapun jatuh ke jurang.

Kita, petualang. Atau lebih tepatnya, manusia-manusia yang hilang. Ditelan lebatnya dedaunan dan keingintahuan.

Ujung yang tidak terlihat, menyimpan banyak misteri. Dari bagian hutan satu dengan bagian hutan lainnya berbeda. Mereka yang tidak mempunyai kesiapan hati, sudah pasti habis ditelannnya.

Meski menyeramkan, keberadaan belantara ini penting. Siapapun harus melewatinya. Ia rintangan, sekaligus bagian dari proses perjalanan.

Di dalamnya, seseorang bisa menemukan. Atau berakhir ditemukan.

Beberapa ditakdirkan untuk keluar dari hutan dengan selamat. Meski penuh luka, mereka berhasil menemukan sebuah jawaban. Namun pada waktu yang bersamaan, beberapa yang lain ditakdirkan untuk berhenti di tengah jalan.

Sudahlah penuh luka, tidak menemukan apa-apa pula.

Berawal dari garis mulai yang sama. Kemudian berpisah di persimpangan. Beberapa terpaksa tidak melanjutkan.

Dalam kepasrahan, mereka melangkahkan kaki memutar balik kembali ke jalan utama. Meronta hatinya, kebingungan menyalahkan siapa. Ini bukan akhir yang seharusnya.

Mereka yang selamat, merayakan keberhasilan. “Kemenangan bersama orang-orang yang pantang menyerah!” Serunya. Sorak-sorai terdengar ke seluruh penjuru hutan, hingga ke telinga Mereka yang sedang dalam perjalanan pulang.

Di dalam hatinya menggerutu. Kesal. Karena semua seruan itu benar.

.

Proses menerima kenyataan memerlukan banyak waktu. Realita kehidupan yang dengan penuh kasih sayang, akan membangunkan orang-orang dari tidurnya. Sampai akhirnya kesadaran diri untuk setuju, inilah yang harus dijalankan.

Menari-narilah setelahnya. Karena, ya mau apa? Tertawalah sepuasnya. Karena, ya bisa apa? Menangislah sejadi-jadinya. Karena, ya sudahlah ya?

Sekarang, kan jadi tahu bisa apa. Batasnya sampai di mana.

Bergembiralah. Karena ternyata, salah satu kekuatanmu adalah kelapangan dada. Yang mana, hanya segelintir manusia di muka bumi yang memilikinya.

Tidak ada yang salah. Malah terimakasih telah mencoba. Mana ada yang tahu, akan jadi seperti apa perjalanannya.

You Might Also Like

1 Komentar